Jurnal Hukum ARGUMENTUM Vol. 9 No. 2, Juni
2010
ISSN: 1412-1751MEMBANGUN BISNIS BERSKALA KECIL YANG BERETIKA (Perspektif Hukum Bisnis dan Etika)
Oleh:
Henny Purwanti*
ABSTRAK
Membangun bisnis – termasuk bisinis berskala kecil – yang
sukses harus didukung dengan budaya kinerja organisasi yang beretika. Sebab,
budaya organisasi yang mendukung kinerja yang beretika merupakan kunci untuk
mencapai perilaku beretika di antara karyawan perusahaan tentang bagaimana
mereka berperilaku. Oleh karena itu, setiap perusahaan berskala kecilpun
seharusnya mengembangkan kode etik dan mempromosikan tingkah laku beretika di
seluruh komunitas ekonominya.
Kata kunci: Membangun
Bisnis Berskala Kecil, Budaya Organisasi, Etika.
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi dengan hukum mempunyai
hubungan timbal balik dan erat. Bahkan Sunarjati Hartono menyatakan: ”... pembaharuan
dasar-dasar pemikiran di bidang ekonomi mengubah dan menentukan dasar-dasar
sistem hukum yang bersangkutan, maka
penegakkan asas-asas hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya
struktur ekonomi yang dicita-citakan” (Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu,
2004: 24).
Ismail Saleh menyatakan: ”Memang benar ekonomi
merupakan tulang punggung kesejahteraan
masyarakat, dan memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tiang-tiang penopang kemajuan
suatu bangsa, namun tidak dapat
disangkal bahwa hukum merupakan pranata yang pada akhirnya
menentukan bagaimana
kesejahteraan yang dicapai tersebut
dapat dinikmati secara merata, bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dalam
kehidupan masyarakat, dan bagaimana
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa kebahagiaan bagi
rakyat banyak” (Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu, 2004: 24).
Hukum diciptakan untuk
menjamin keadilan dan kepastian, serta diharapkan dapat berperan untuk menjamin
ketentraman warga masyarakat dalam
mewujudkan tujuan-tujuan hidupnya. Salah satu aspek terpenting dalam upaya
mempertahankan eksistensi manusia dalam masyarakat adalah membangun sistem
perekonomian yang dapat mendukung upaya mewujudkan tujuan hidup itu.
Sistem perekonomian
yang sehat seringkali bergantung pada
sistem perdagangan yang sehat, sehingga
masyarakat membutuhkan seperangkat
aturan hukum yang dengan pasti dapat diberlakukan untuk menjamin terjalinnya
sistem perdagangan tersebut. Aturan hukum itu dibutuhkan karena:
a)
pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan bisnis itu
membutuhkan sesuatu yang lebih kuat daripada sekadar janji serta itikad baik
saja;
b)
adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang
dapat digunakan seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya
tidak memenuhi janjinya.
Oleh karenanya dapat
dikatakan pula bahwa: ”Hukum bisnis adalah seperangkat kaidah-kaidah hukum yang
diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul
dalam aktivitas antar manusia khususnya dalam bidang perdagangan” (Johannes
Ibrahim dan Lindawati Sewu, 2004: 24).
Ditinjau dari aspek
hukum perdata tindakan merger, konsolidasi dan akuisisi di atur dalam UU
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang di antaranya
mengatur bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan
badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli/persaingan
usaha tidak sehat (Jurnal Hukum Argumentum, Vol. 6 No.1, Des. 2006: 49).
Perdagangan sebagai
sektor informal diharapkan menjadi
lapangan alternatif, maka beberapa hal perlu diperhatikan. Diperlukan adanya
perubahan sikap dan persepsi yang menyadari dua alasan utama yang menjadi sebab
munculnya sektor informal di Indonesia. Pertama, karena merupakan suatu proses
menuju kematangan pelaku ekonomi yang berusaha
dalam sektor tersebut namun belum terjangkau atau belum memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh
pemerintah. Kedua, karena sektor
informal lahir sebagai alternatif
strategi kebijaksanaan pemerintah.
Kedua alasan tersebut
mempunyai implikasi kebijaksanaan yang berbeda. Keberadaan sektor informal
dengan latar belakang pertama merupakan perkembangan yang telah sesuai dengan keberadaan sektor formal yang ada di negara yang sudah
maju pada umumnya. Munculnya sektor informal, dalam arti sektor yang masih dalam
proses pembangunan itu, disebabkan oleh skala usahanya masih kecil dan bersifat
usaha keluarga, karenanya belum terdaftar sebagai bentuk usaha formal, tetapi
ada kemungkinan untuk berkembang dalam memenuhi kualifikasi dan kriteria formal
(Benny Sembodo, 1997: 36).
Sebuah tanggung jawab
pemasaran yang utama adalah mentransformasikan sebuah produk utama menjadi
penawaran produk secara total. Penawaran
produk secara total harus lebih dari bahan mentah. Untuk bisa segera
dipasarkan, produk dasar harus diberi nama, memiliki kemasan, mungkin sebuah
jaminan dan didukung oleh komponen produk yang lain.
PENGERTIAN BISNIS
Richard Burton Simatupang menyatakan bahwa
secara luas kata ”bisnis” sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha
yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus-menerus, yaitu
berupa kegiatan mengadakan barang-barang
atau jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, diperuntukkan
atau disewakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Dalam
Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa: ”Business: Employment, occupation,
profession, or commercial activity engaged in for gain or livelihood. Activity
or enterprise for gain, benefit, advantage or livelihood; ….” (Johannes
Ibrahim dan Lindawati Sewu 2004: 25).
Gambaran mengenai kegiatan bisnis dalam
definisi tersebut apabila diuraikan
lebih lanjut akan tampak sebagai berikut:
1)
bisnis merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan,
karena dikata-kan sebagai suatu pekerjaan, mata pencaharian, bahkan suatu
profesi
2)
bisnis merupakan aktivitas dalam perdagangan;
3)
bbbisnis dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan;
4)
bisnis dilakukan baik oleh perorangan maupun perusahaan.
Dengan pertumbuhan
ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama
bisnis yang terjadi sangat beranekaragam tergantung pada bidang bisnis
apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tentu saja
melahirkan masalah serta tantangan baru,
karena hukum harus siap untuk dapat
mengantisipasi setiap perkembangan yang
muncul.
NILAI-NILAI ETIKA DALAM
BISNIS
Etik
atau etika berasal dari bahasa Yunani ethos
yang berarti kebiasaan atau adat, sedangkan yang kedua berasal dari Yunani pula
yaitu ethikos yang artinya perasaan
batin atau kecenderungan batin yang mendorong manusia dalam perilakunya.
Veronica
Komalawati dalam bukunya Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter menyebutkan
bahwa, yang dimaksud dengan etika adalah pedoman, patokan, ukuran untuk menilai
perilaku manusia yang baik atau buruk yang berlaku secara umum dalam
kehidupan bersama.
Etika mempunyai nilai
yang mendalam dan meresap ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia, serta menguasai seluruh kehidupan manusia yang paling hakiki. Etika lahir dari
konsensus dan kekuatan berlakunya turun –temurun, apabila terjadi pelanggaran
maka sanksinya bersifat moral psikologis yaitu dikucilkan dari pergaulan
masyarakat.
Etiket adalah tata
krama, atau sopan santun, membahas apa yang sopan dan pantas. Etika adalah
pembahasan tentang suatu perilaku
berdasarkan kaidah benar-salah, baik-buruk, tepat-tidak, yang berangkat
dari suatu standar penilaian tertentu yang dianggap ideal dan luhur.
Moralitas adalah sistem
nilai tentang bagaimana seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Sistem
nilai terkandung dalam ajaran
berbentuk petuah, nasehat, wejangan,
peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun
melalui agama atau kebudayaan tertentu
tentang bagaimana manusia harus hidup secara
baik agar ia benar-benar
menjadi manusia yang baik. Moralitas
adalah tradisi kepercayaan dalam agama
atau kebudayaan, tentang perilaku yang baik dan buruk moralitas memberi manusia
aturan atau petunjuk konkrit tentang
bagaimana ia harus hidup,
bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari
perilaku-perilaku yang tidak baik.
Jika moralitas
adalah petunjuk konkret yang siap pakai
tentang bagaimana seharusnya manusia hidup, meka etika adalah perwujudan dan
pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap dipakai. Akan
tetapi, keduanya mempunyai fungsi yang sama yaitu memberi orientasi bagaimana
dan ke mana harus melangkah dalam hidup ini.
Etika dalam kaitannya
dengan nilai dan norma dapat dibagi menjadi :
1)
etika deskriptif, memberi fakta sebagai dasar untuk
mengambil keputusan tentang perilaku
atau sikap yang mau diambil
2)
etika normatif, memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Norma dalam kehidupan
berfungsi memberikan pedoman bagaimana manusia harus hidup dan bertindak secara
baik dan tepat, juga sebagai dasar penilaian mengenai baik buruknya perilaku
dan tindakannya. Secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam norma, sebagai
berikut: norma khusus, yaitu aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kegiatan yang khusus
misalnya aturan mengenai cara peminjaman gedung olah raga; dan norma umum yaitu
aturan yang berlaku umum dan universal. Norma umum dibagi dalam:
1)
Norma sopan santun, yakni norma yang mengatur pola
perilaku dan sikap lahiriah, misalnya tata cara bertamu
2)
Norma hukum, yakni norma yang dituntut dengan tegas oleh
masyarakat karena dianggap perlu demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
3)
Norma moral, yakni aturan mengenai sikap dan perilaku
manusia sebagai manusia, mengacu pada
baik buruknya manusia sebagai manusia.
Etika secara umum dapat
dibagi menjadi etika umum dan khusus. Etika umum berbicara mengenai:
a)
kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis;
b)
bagaimana manusia mengambil keputusan etis;
c)
teori-teori etika; dan
d)
prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak;
e)
tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu
tindakan (Johannes Ibrahim dan Lindawati
Sewu 2004: 30).
Dengan demikian, etika
umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori. Sedangkan etika
bisnis menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika dalam dunia bisnis, atau
secara lebih konkrit lagi penerapan prinsip-prinsip etika dalam keputusan dan tindakan bisnis seseorang.
KONTRIBUSI ETIKA DALAM
BERBISNIS
Ada beberapa argumen yang menyatakan bahwa
pada dasarnya di dalam menjalankan kegiatan
bisnis diperlukan etika, yaitu:
a)
Bisnis tidak hanya bertujuan untuk profit melainkan perlu mempertimbangkan nilai-nilai manusiawi,
kalau tidak akan mengorbankan hidup banyak orang, sehingga masyarakat pun berkepentingan agar bisnis dilaksanakan
secara etis;
b)
Bisnis dilakukan
di antara manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya, sehingga membutuhkan etika sebagai pedoman dan erientasi bagi keputusan, kegiatan, dan
tindak tanduk manusia dalam berhubungan
(bisnis) satu dengan yang lainnya;
c)
Bisnis saat ini
dilakukan dalam persaingan yang sangat
ketat. Orang bisnis yang bersaing dengan tetap memperhatikan norma-norma etis pada iklim
bisnis yang semakin profesional justru akan menang;
d)
Legalitas dan moralitas berkaitan akan tetapi berbeda
satu dengan lainnya, karena suatu kegiatan yang diterima secara legal, belum
tentu dapat diterima secara etis;
e)
Etika harus dibedakan
dari ilmu empiris, yang mendasarkan pada suatu gejala atau fakta
berulang terus-menerus dan terjadi di mana-mana akan melahirkan suatu hukum ilmish yang berlaku universal;
f)
Situasi khusus yang menyebabkan pengecualian terhadap etika tidak dapat dijadikan alasan untuk menilai bahwa bisnis tidak
mengenal etika;
g)
Aksi protes yang terjadi di mana-mana menunjukkan bahwa
masih banyak orang serta kelompok masyarakat yang menghendaki agar bisnis
dijalankan secara baik dan mengindahkan norma etika (Johannes Ibrahim dan
Lindawati Sewu 2004: 30).
PRINSIP-PRINSIP DAN
PERANAN ETIKA DALAM BISNIS
Ada beberapa prinsip dan peranan etika yang harus
diperhatikan dalam bisnis yaitu:
a)
Prinsip-prinsip Etika
Etika khusus atau etika
terapan, dalam penerapannya memiliki beberapa prinsip:
1)
Prinsip otonomi, yakni sikap dan kemampuan manusia untuk
bertindak berdasar-kan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik
untuk dilakukan;
2)
Prinsip kejujuran;
3)
Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik;
4)
Perinsip keadilan;
5)
Prinsip hormat kepada diri sindiri
b)
Peranan Etika Dalam Bisnis
Richard De George
menyatakan bahwa perusahaan yang ingin
mencatat sukses dalam bisnis membutuhkan
tiga hal pokok , yaitu: produk yang baik, menejemen yang mulus, dan
etika. Produk yang baik dan manajemen yang mulus merupakan hal yang dapat dicapai dengan memanfaatkan seluruh perangkat ilmu
dan teknologi modern, serta memakai ilmu ekonomi dan teori manajemen, sedangkan
perhatian terhadap etika dalam
bisnis masih minim atau dapat dikatakan kurang mendapatkan
perhatian serius.
Bisnis tidak melulu
berurusan dengan naiknya angka
penjualan, terdapatnya keuntungan yang cukup signifikan namun juga
tidak terlepas dari segi-segi
moral. Bisnis harus berlaku etis didasarkan pada:
1)
Tuhan adalah hakim manusia;
2)
Kontrak sosial, hidup dalam masyarakat berarti mengikat diri untuk berpegang pada nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat yang telah disepakati bersama, oleh karena
itu moralitas mengikat serta mempersatukan
orang bisnis. Moralitas merupakan
syarat mutlak yang harus diakui oleh
semua orang jika ingin terjun dalam kegiatan bisnis;
3)
Keutamaan, merupakan penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia . orang bisnis yang
berterminologi modern harus mempunyai integritas (Johannes Ibrahim dan
Lindawati Sewu 2004: 36).
Pernyataan yang
menyatakan bahwa tidak perlunya nilai etis
dalam menjalankan bisnis saat ini sudah mulai ditinggalkan, karena para
pelaku bisnis saat ini menyadari bahwa untuk tetap mempertahankan kegiatan bisnisnya maka terdapat semboyan baru seperti: Ethics
pay, Good business is ethical business, Corporate ethics: a prime business
asset. Akan tetapi, tidak berarti bahwa etika adalah segalanya, dan dengan menjunjung tinggi nilai etika maka bisnis akan berjalan
dengan lancar.
Suatu hal yang perlu
diperhatikan agar kegiatan bisnis berjalan baik, yakni:
1)
Etika bisnis hanya bisa berperan dalam suatu komunitas
moral, tidak merupakan komitmen individual saja, tetapi tercantum dalam suatu
kerangka sosial;
2)
Etika bisnis menjamin bergulirnya kegiatan bisnis dalam
jangka panjang, tidak terfokus pada keuntungan jangka pendek saja;
3)
Etika bisnis akan meningkatkan kepuasan pegawai yang
merupakan stake holders yang penting untuk diperhatikan;
4)
Etika bisnis membawa pelaku bisnis untuk masuk dalam
bisnis internasional.
Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa apabila
seseorang terjun sebagai pelaku bisnis
pada zaman modern ini harus memperhatikan serta menjunjung tinggi nilai etis
agar dapat bertahan.
JENIS-JENIS MASALAH
ETIKA DAN KERENTANAN PERUSAHAAN KECIL
a)
Jenis-jenis Masalah Etika
Masalah etika
melibatkan pertanyaan baik dan salah. Pertanyaan seperti itu berada di luar apa
yang disebut sah atau tidak sah. Banyak situasi memerlukan keputusan mengenai apa yang
jujur, adil, dan dihormati.
Dengan tujuan untuk
menunjukkan dengan tepat jenis masalah etika
yang paling menyusahkan bagi para
pemilik bisnis berskala kecil, para pemilik perusahaan di seluruh negara diberi pertanyaan sebagai
berikut:”apakah masalah etika paling
sulit yang anda hadapi di dalam pekerjaan anda?” seperti yang mungkin diduga ,
pertanyaan tersebut menghasilkan berbagai
jenis tanggapan yang telah dikelompokkan ke dalam kategori yang diperlihatkan pada tabel di
bawah ini, jumlah total masalah etika yang diberikan oleh para responden
sebesar 166; jumlah responden dalam tiap kategori ditunjukkan juga.
Tanggapan-tanggapan di
bawah ini memberikan ide dasar mengenai keanekaragaman masalah etika yang luas
yang dihadapi oleh para pemilik bisnis berskala kecil.
Tabel 1. Masalah Etika
yang Sulit Dihadapi Perusahaan Kecil
Masalah
|
Jumlah responden
|
Tanggapan
|
Hubungan dengan para
konsumen, klien, dan pesaing (hubungan dengan pihak luar di pasaran)
Hubungan dan proses
manajemen (hubungan atasan-bawahan)
Kewajiban karyawan
kepada atasan (tindakan dan tanggung jawab karyawan yang dalam beberapa hal
bertentang an dengan kepentingan terbaik atasan).
Hubungan dengan para penyalur (praktek dan penipuan yang cenderung
menggelapkan uang penyalur)
Hubungan dan kewajiban
pemerintah (kesesuaian dengan persyaratan pemerintah dan melaporkan pada
wakil pemerintah)
Keputusan sumber daya
manusia (keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan dan promosi)
Tanggung jawab sosial
dan lingkungan (kewajiban bisnis terhadap lingkungan dan masyarakat).
|
56
30
26
18
17
14
5
|
”Menghindari perbedaan
kepentingan ketika mewakili klien
dalam bidang yang sama”.
”Meletakkan bagian
yang lama di dalam alat baru dan menjualnya sebagai alat baru”.
”Menipu para konsumen
mengenai hasil tes”.
”Melaporkan pada
seseorang yang tidak beretika”.
”Harus mendukung
kebohongan pemilik/CEO mengenai
kemampuan bisnis dengan tujuan untuk memenagkan tugas dan kemudian
berbohong lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut”.
”Menerima pembayaran
kembali dengan memberikan kontrak di
atas harga atau mengambil
persenan untuk memberikan kontrakpada
seorang kontraktor eceran”.
”Mencuri aktiva
korporasi”.
”Menyuruh orang untuk
melakukan pekerjaan seharian penuh”.
”Para vendor
menginginkan kesempatan kedua untuk tawar-menawar jika penawaran mereka di
luar batas”.
”Masalah hak cipta software”.
”Pemesanan Supplies
ketika arus kas rendah dan mungkin terjadi kebangkrutan”.
”Harus berurusan
dengan hukum yang disebut sangat anti
diskriminasi yang pada kenyata-annya
memaksa pelaku untuk mendiskrimi-nasikan”.
”Membengkokkan
peraturan negara bagian”.
”Mempergunakan
orang-orang yang mungkin warga negaranya
tidak sah untuk bekerja”.
”Apakah memberhentikan
para pekerja yang melebihi kebutuhan
pengusaha dan akan memiliki pekerjaan yang bermasalah atau secara mendalam memotong gaji dan kemewahan
eksekutif”.
”Pelecehan seksual”.
”Mencoba untuk menilai
para karyawan berdasarkan kinerja dan
bukan kepribadiannya”.
”Apakah membayar untuk
membuang bahan-bahan kimia tersebut ke dalam sebuah tempat sampah”.
”Keamanan lingkungan
versus biaya untuk mencegah kecelakaan”.
”Aspek lingkungan
dalam pabrik”.
|
Sumber:
Justin Longenecker, Joseph A. Mc Kinney, dan Carlos W. Moore,”Ethical
Attitudes, Issues, and Pressures in Small Business”, Makalah yang disajikan pada International Council for Small
Business Conference, Sydney, Australia, Juni 1995
Masalah etika manajemen, salah satu contoh
yang mencolok tentang perilaku perusahaan kecil yang tidak beretika yaitu pelaporan pendapatan dan pengeluaran yang curang untuk tujuan
pajak pendapatan. Perilaku ini meliputi skimming
– yaitu: penyembunyian beberapa pendapatan – seperti mengklaim secara tidak
tepat pengeluaran pribadi sebagai pengeluaran bisnis. Dari sini bukan berarti
berniat untuk menyatakan secara tidak
langsung bahwa semua atau bahkan
sebagian besar perusahaan kecil ikut serta dalam praktek–praktek seperti
itu. Bagaimanapun juga, pengelakkan pajak memang terjadi di dalam perusahaan
kecil, dan praktik-praktik tersebut
cukup tersebar luas untuk diakui sebagai permasalahan umum.
Berbuat curang pada pajak merupakan salah
satu jenis praktik bisnis yang tidak beretika.
Pertanyaan benar atau salah menembus
semua bidang pembuatan keputusan bisnis. Memahami lingkup permasalahn
meminta pengertian cara-cara yang menjadikan
masalah etika mempengaruhi keputusan dalam pemasaran, manajemen, dan
keuangan.
Ketika membuat keputusan pemasaran, seorang
pemilik bisnis dihadapkan pada berbagai
pertanyaan etika. Sebagai contoh, isi periklanan harus menjual barang atau
jasa, tapi juga mengatakan “kebenaran”,
kebenaran yang menyeluruh dan hanya
kebenaran. ”Armada penjualan harus berjalan di garis yang benar antara penipuan
dan bujukan. Dalam beberapa jenis bisnis berskala kecil, seorang penjual
mungkin memperoleh kontrak lebih mudah dengan
menawarkan bujukan yang tidak tepat pada para pembeli atau dengan
bergabung dengan para pesaing dalam menggunakan tawaran.
Kualitas etika manajemen dalam sebuah
perusahaan direfleksikan dalam rasa
hormat atau kurangnya rasa hormat yang diberikan pada para karyawan. Melalui
keputusan manajemen , seorang pemilik mempengaruhi kehidupan pribadi dan keluarga
karyawan. Masalah keadilan, kejujuran, dan kenetralan muncul dalam keputusan
dan praktik yang berkaitan dengan penyewaan, promosi, peningkatan gaji,
pemecatan, pemberhenti-an, dan penugasan
pekerjaan. Memperlihatkan rasa hormat yang tepat pada para bawahan sebagai
makhluk hidup dan anggota tim yang berharga merupakan unsur yang penting dari
manajemen etika yang kuat.
Dalam melaporkan
informasi keuangan, seorang pemilik harus memutuskan tingkatan dia akan
bersikap jujur dan tulus. Pemilik sebaiknya mengakui bahwa pihak luar perusahaan seperti para bankir,
investor, dan penyalur tergantung pada laporan keuangan perusahaan yang tepat. Masalah
pencurian dan penggelapan yang dilakukan karyawan dengan meminta jutaan dolar
pada para majikan tiap tahun, serta produk yang dicuri meliputi barang
dagangan, peralatan, dan perlengkapan majikan dll.
Para karyawan
perusahaan kecil kadang menghadapi
tekanan dari berbagai sumber untuk bertindak dalam cara yang bertentangan
dengan perasaan mereka sendiri tentang apa yang salah dan benar. Sebagai
contoh: seorang penjual mungkin merasakan ditekan untuk membahayakan standar etika pribadi
dengan tujuan untuk melakukan sebuah penjualan. Situasi seperti itu dijamin
menghasilkan budaya organisasi yang
lunak terhadap etika.
Majalah Inc. melakukan
survei pada para pekerja mengenai perilaku
yang dapat dipertanyakan yang berhubungan pada penggunaan teknologi
baru, 45 % responden mengakui satu atau lebih tindakan yang tidak beretika.
Dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini
mengindikasikan beberapa perilaku tidak
beretika yang mereka akui.
Tabel 2: Kesalahan apa yang dilakukan karyawan
Tabel 2: Kesalahan apa yang dilakukan karyawan
Tindakan
tidak beretika
|
% Karyawan yang Mengakuinya.
|
Menciptakan situasi
yang kemungkinan besar membahayakan dengan menggunakan teknologi baru
(misalnya: telepon seluler) sambil mengemudi.
Menimpakan secara
keliru sebuah kesalahan yang dilakukan
pada kegagalan pemakaian teknis.
Menggunakan peralatan
kantor untuk melakukan belanja pribadi
di Internet.
Meniru software perusahaan untuk digunakan di rumah.
|
19 %
14 %
13 %
13 %
|
Untungnya
sebagian besar karyawan perusahaan tidak mengalami tekanan seperti itu. Dalam sebuah survei nasional orang-orang yang secara
pribadi memegang posisi manajerial dan profesional di dalam perusahaan kecil,
para responden yang dilaporkan merasakan tingkatan tekanan di bawah ini untuk
bertindak secara tidak etis.
Tidak ada
tekanan 67 %
Tekanan
yang ringan 29 %
Tekanan yang
besar 3,8 %.
b)
Kerentanan Perusahaan Kecil
Berjalan lurus dan
seksama mungkin akan lebih sulit dan mahal pada Main Street daripada di Wall
Street. Yaitu perusahaan kecil akan menghadapi
godaan dan tekanan yang lebih besar untuk bertindak secara tidak etis
sebagai hasil langsung dari ukuran mereka. Sebagai contoh, kekurangan sumber
daya akan membuat sulit bagi para pemilik perusahaan kecil untuk menghindari pemerasan oleh pejabat publik.
Profesor William Baxter
dari Standford Law School memperhatikan bahwa bagi para pemilik yang seperti itu , menunda izin bangunan atau
menggagalkan inspeksi sanitasi dapat menjadi “peristiwa yang mengancam hidup”
yang membuat mereka jatuh ke dalam tuntutan akan uang suap. Sebaliknya, dia
menambahkan,”Manajer Burger King
setempat berada dalam posisi yang lebih baik” untuk mengatakan hal ini
pada orang-orang untuk minggat (Justin G. Longenecker, 2001: 467).
Godaan bagi para
wirausaha untuk membahayakan standar etika seperti mereka berusaha keras untuk
mendapatkan laba merupakan bukti dalam hasil sebuah penelitian etika
kewirausahaan. Dalam penelitian ini pandangan
para wirausaha mengenai berbagai masalah
etika yang dibandingkan dengan
masalah manajer dan profesional bisnis lain. Para responden disajikan dengan 16 sketsa, masing-masing
menguraikan keputusan bisnis yang memiliki nada tambahan etika. Mereka diminta
untuk menilai tingkatan pada tiap tindakan yang ditemukan sesuai dengan
pandangan pribadi etika mereka, yang menggunakan skala 7 poin (tidak pernah
dapat diterima) sampai 7 (selalu dapat diterima).
Salah satu sketsa
yaitu: ”Seorang pemilik perusahaan kecil memperoleh salinan program software
komputer yang dilindungi hak ciptanya secara gratis dari seorang teman bisnis
daripada mengeluarkan uang $500 untuk memperoleh programnya sendiri dari
penyalur software. Sebagian besar responden
menunjukkan pendirian moral yang kuat. Mereka mengutuk keputusan yang
secara etika dapat dipertanyakan sebaik dengan keputusan yang
secara jelas tidak sah. Untuk semua sketsa penilaian tanggapan yang buruk, baik
bagi para wirausaha dan responden lainnya kurang dari 4 (kadang dapat diterima),
mengindikasikan beberapa tingkatan
celaan. Untuk sembilan dari 16 sketsa, terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara
tanggapan para wirausaha dan yang
lainnya. Untuk 7 sketsa yang tersisa, para wirausaha tampaknya secara
signifikan kurang bermoral (lebih menyetujui tingkah laku yang dapat
dipertanyakan). Tiap situasi ini
melibatkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan secara keuangan
dengan mengambil kleuntungan dari kantung seseorang. Sebagai contoh, para wirausaha lebih mau mengampuni penawaran yang kolusif dan
menduplikasi software komputer yang dilindungi hak cipta tanpa membayar
pembuatnya untuk penggunaannya (Justin G. Longenecker, 2001: 469).
Secara nyata godaan khusus timbul untuk para wirausaha yang
terdorong dengan kuat untuk mendapatkan laba. Dengan demikian menunjukkan
bahwa sebagian besar para wirausaha
menunjukkan sensitivitas yang umum, tetapi beberapa wirausaha sangat rentan berhubungan dengan masalah etika yang secara langsung mempengaruhi laba.
Ketika tekanan bisnis tidak membenarkan
perilaku tidak bermoral, masalah etika membantu menjelaskan konteks
dalam dibuatnya keputusan tersebut. Pembuatan keputusan mengenai masalah etika
sering meminta pilihan yang sulit pada bagian dari wirausaha.
MEMBANGUN BISNIS YANG
BERETIKA
Tujuan
seseorang dalam bisnis yang termotivasi secara etis dengan memiliki sebuah
bisnis yang mengoperasikan dengan hormat
di semua bidang. Untuk mencapai kinerja yang etis, manajemen harus menyediakan
jenis kepemimpinan, budaya, dan instruksi yang mendukung perilaku etis. Ada
beberapa pendekatan praktis untuk membangun
sebuah bisnis yang beretika antara lain dengan pendekatan:
a) Nilai-nilai Pokok yang Kuat
Dalam bisnis perlu mempraktekkan
sebagai seorang pemimpin atau karyawan yang memandang benar atau salah untuk
merefleksikan nilai-nilai pokok mereka. Keyakinan individu mempengaruhi apa
yang dilakukan orang tersebut pada
pekerjaan dan bagaimana bertindak pada para konsumen dan lainnya. Perilaku bisa merefleksikan
sebuah komitmen untuk kejujuran, rasa hormat, dan keterusterangan yaitu,
terhadap integrasi dalam semua dimensi. Nilai-nilai seperti itu, merupakan
bagian keyakinan filosofi dasar atau keyakinan agama yang berfungsi sebagai
keyakinan yang mendasari perilaku
bisnis. Semua ukuran, komitmen pribadi seorang pemimpin pada nilai dasar
tertentu merupakan faktor penting yang menentukan iklim etika dalam perusahaan kecil.
Kecurangan
menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang
berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang paling hebat, paling kaya,
dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita. Sikap jujur
mewujudkan keadilan, sedangkan keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur
memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan, menciptakan budi
pekerti yang luhur seseorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak
suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikan, serta
jangan pula berdusta walaupun dusta menguntungkan (Suyadi, 1984: 4).
Hal
tersebut tampak nyata bahwa sebuah
komitmen mendalam pada nilai dasar
mempengaruhi perilaku bisnis beretika yang secara luas dihargai dan dikagumi.
Tanpa komitmen yang kuat pada integritas pada bagian kepemimpinan bisnis
berskala kecil, standar etika dapat dengan mudah diselewengkan.
b) Kepemimpinnan yang Beretika
Para
wirausaha yang peduli dengan kinerja yang etis dalam perusahaan dapat
menggunakan pengaruhnya sebagai pemimpin dan pemilik untuk membesarkan hati dan
bahkan menuntut bahwa tiap orang di
perusahaannya menunjukkan kejujuran dan
integritas, dalam semua organisasi, dan orang yang berada pada tingkat yang
tepat dari pernyataan dan tingkah laku manajemn tingkat puncak.
Dalam
sebuah organisasi kecil, pengaruh etika dari seorang pemimpin lebih dinyatakan
daripada dalam sebuah korporasi besar, tempat kepemimpinan dapat tersebar ke
mana-mana. Potensi untuk mendirikan standar etika
yang tinggi dalam perusahaan
kecil nyata sekali. Seorang wirausaha yang percaya secara kuat dalam kejujuran dan keterusterangan
dapat menuntut bahwa prinsip-prinsip
tersebut harus diikuti seluruh
organisasi. Sebagai akibatnya pendiri atau pimpinan bisnis dapat berkata, ”Integritas pribadi berada
pada garis tersebut, dan pimpinan ingin
bawahan untuk melakukannya dengan cara ini”. Pernyataan seperti itu dengan
mudah dipahami. Pemimpin seperti itu lebih efektif ketika mendukung pernyataan
itu dengan perilaku yang tepat.
Integritas
pribadi pendiri atau pemilik merupakan kunci kinerja sebuah perusahaan yang
beretika. Peranan yang dominan dari satu orang (atau tim kepemimpinan)
memberikan orang tersebut (atau tim) sebuah suara yang kuat dalam kinerja
perusahaan kecil yang beretika.
c)
Kebudayaan dan Instruksi yang Mendukung secara Etis
Secara konsisten
kinerja yang beretika kuat dalam sebuah bisnis membutuhkan budaya organisasi
yang mendukung. Idealnya, tiap manajer dan karyawan, seharusnya memecahkan tiap
masalah etika dengan sendirinya dengan hanya melakukan hal yang ”tepat”.
Dengan motivasi,
kemampuan dan lingkungan yang sesuai kesemuanya merupakan faktor-faktor yang
menunjang pertumbuhan kewirausahaan. Karena motivasi dan kemampuan merupakan
problem sosiologis jangka panjang, maka untuk menumbuhkan kewirausahaan negara
terbelakang perlu diciptakan iklim sosial, politik dan ekonomi yang sesuai (Jhingan,
2008: 430).
Sebuah budaya etika
merupakan satu budaya yang membuat perusahaan melakukan sebagai usaha dengan
keyakinan yang baik untuk memenuhi kewajiban pada semua bukan hanya pada
karyawannya, tapi juga pada para konsumen, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan.
Dalam meyakinkan
pelanggan dengan melalui penawaran yang tidak jujur untuk menjual sebuah
produk barang atau jasa pada harga yang
sangat rendah, yang digunakan untuk memikat konsumen sehingga mereka kemudian
beralih pada jasa atau barang yang lebih mahal. Hal ini sering dilihat dalam
perjalanan tertulis harga buah tertentu yang seakan-akan murah misalnya duku Rp
5.000,-/kg, setelah dikunjungi ternyata yang ditawarkan duku yang sudah busuk.
Sehingga pembeli beralih pada barang yang lebih mahal dan baik.
PENUTUP
Berdasarkan uraian
sebelumnya dapatlah ditarik kesimpulan bahwa membangun bisnis berskala kecil
yang beretika dapat dilihat dengan beberapa
pendekatan di bawah ini:
1. Dengan memakai pendekatan
praktis melalui nilai-nilai pokok dari pimpinan bisnis dan perilaku yang
ditetapkan para pemimpin itu dengan tindakan mereka merupakan kekuatan besar
yang mempengaruhi kinerja yang beretika.
2. Budaya organisasi
yang mendukung kinerja yang beretika merupakan kunci untuk mencapai
perilaku beretika di antara karyawan
perusahaan.
3. Perusahaan kecil seharusnya mengembangkan kode etik untuk
memberikan petunjuk bagi para karyawannya.
4. Perusahaan berskala
kecil perlu mempromosikan tingkah
laku beretika di seluruh komunitas ekonomi.
-----
DAFTAR PUSTAKA
Ala AB Editor (1996) Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, Liberty,
Yogyakarta
Ali AH Penerjemah buku Kast FE dan Rosenzweig JE (2002) Organisasi dan
Manajemen Edisi ke empat, Bumi Aksara, Jakarta
Ciputra (2009) The Ciputra Way, Praktik Terbaik Menjadi
Entrepreneur Sejati, Gramedia , Jakarta
Ciputra (2009) Ciputra Quantum Leap Entrepreneurship mengubah masa depan
Bangsa dan Masa Depan Anda. Elex Media Komputindo, Jakarta
Dumairy (1999) Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta
Gitosudarmo I. (2000) Manajemen Pemasaran, BPFE, Yogyakarta
Ibrahim J. dan Sewu L. (2004) Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern,
Refika Aditama, Bandung
Jhingan ML.(2008) Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Kamaludin R (1998) Pengantar Ekonomi Pembangunan, FEUI, Jakarta
Longenecker JG (2001) Kewirausahaan Manajemen Usaha Kecil, Salemba Empat,
Jakarta
Suyadi (1984) Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar, Depdikbud
Suyanto B Editor (1995) Perangkap Kemiskinan Problem dan Strategi
Pengentasannya. Airlangga University Press, Surabaya
Widjaja G. (2004) Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis. Pemilikan, Pengurusan,
Perwakilan dan Pemberian Kuasa Dalam Sudut Pandang KUH Perdata, Prenada
Media, Jakarta
Jurnal Hukum Argumentum, Volume 6 Nomor 1, Desember 2006, Suparnyo (2006) Mewujudkan
Persaingan Usaha Sehat Dalam Dunia Bisnis di Era Globalisasi
Majalah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Tahun
X, Nomor 1, Januari 1997. (Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik) Soembodo B
(1997) Sektor Informal: Suatu Lapangan Pekerjaan Alternatif dan Implikasi
Kebijaksanaannya.
*
Dra. Henny Purwanti.MM. adalah dosen PNS Dpk pada STIH Jenderal Sudirman Lumajang.