USAHA PENERTIBAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN LUMAJANG
Henny Purwanti dan Misnarti
-
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang -
ABSTRAK
Pedagang kaki lima (PKL) merupakan sektor informal yang
meskipun sangat membebani, namun merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk
membina serta melindunginya. Pembinaan PKL akan meningkatkan penggalian dana
dalam rangka penerimaan daerah sekaligus mengembangkan kekuatan ekonomi rakyat kecil. Selain pembinaan, pemerintah
daerah juga melakukan penertiban yang acapkali terjadi kekerasan di dalamnya.
Dalam kenyataannya, Pemkab Lumajang tidak
konsisten dalam penegakan Perda No. 8 Tahun 2006 tentang Penertiban dan
Pembinaan PKL di Kab. Lumajang.
Kata Kunci:
Penertiban, Pembinaan, Pedagang Kaki Lima.
A.
PENDAHULUAN
Pedagang kaki lima
telah (PKL)[1]
memberikan inspirasi tentang adanya jiwa
kewirausahaan. Apabila PKL ada di seluruh belahan dunia berarti jiwa
kewirausahaan bersifat universal. Akan tetapi tidak semua orang yang melakukan
kegiatan usaha melalui PKL menjadi pelaku usaha yang berhasil. Namun mereka
yang berhasil pada umumnya bertumpu di atas fondasi kegagalan.
PKL sebagai bagian dari
usaha sektor informal dapat dijelaskan melalui ciri-ciri yang dikemukakan oleh
Kartini Kartono dan kawan-kawan (1980: 3-7) sebagai berikut:
”Merupakan
pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada
lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain
(menggunakan pikulan, kereta dorong) menjajakan bahan makanan, minuman dan
barang-barang konsumsi lainnya secara eceran. Umumnya bermodal kecil terkadang
hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi
sebagai imbalan atau jerih payahnya. Pedagang kaki lima di perkotaan tidak saja
merupakan pelembagaan perilaku ekonomi semata tetapi juga merupakan pelembagaan
sosial”.[2]
Masalah PKL
selalu menjadi hal yang menarik untuk diteliti. PKL selalu menjadi polemik di
berbagai kalangan, baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pemerintah.
Keberadaannya sering berhubungan dengan masalah penertiban dan penggusuran seolah telah menjadi satu
mata rantai tak terpisahkan. Upaya penertiban
yang dilakukan oleh aparat
pemerintah sering berakhir dengan
bentrokan dan mendapat perlawanan fisik dari PKL. Bersama dengan komponen masyarakat lainnya, tidak jarang para PKL
melakukan unjuk rasa yang selalu berakhir dengan kekacauan. Sehingga ketertiban
yang diharapkan sulit sekali untuk diwujudkan.
Menurut Satjipto Rahardjo, ”Ketertiban adalah
sesuatu yang dinamis. Ketertiban dan kekacauan sama-sama ada dalam asas proses
sosial yang bersambungan (continuum)”.[3] Keduanya tidak berseberangan, tetapi sama-sama ada
dalam sati asas kehidupan sosial.
Ketertiban bersambung dengan kekacauan
dan kekacauan membangun ketertiban baru,
demikian seterusnya. Dalam ketertiban ada benih-benih kekacauan, sedangkan
dalam kekacauan tersimpan bibit-bibit ketertiban. Keduanya adalah sisi-sisi
dari mata uang yang sama.[4]
Pemerintah daerah masih
banyak mengalami kendala dalam mengatasi masalah PKL. Bagi pemerintah daerah
sendiri, dalam setiap kebijakan yang
ingin dilaksanakan harus melalui satu
atau lain bentuk perundang-undangan. Sehingga nantinya kebijakan tersebut dapat
dipahami oleh masyarakat juga pihak yang berkaitan dengan kebijakan tersebut.[5] Dalam rangka mewujudkan
arah kebijakan tersebut di atas, pembentukan peraturan perundang-undangan
diharapkan dapat menciptakan harmonisasi yang sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
Penggusuran PKL
sebetulnya tidak perlu terjadi bila Perda dan penegakannya (law enforcement)
sudah memadai. Inti dan arti penegakan hukum
terletak pada kegiatan
menyelesaikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah
yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.[6]
Fenomena PKL beserta
pembinaan dan penertibannya demikian itu juga terjadi di Kabupaten Lumajang. Salah satu
upaya untuk melakukan penertiban dan pembinaan tersebut adalah dengan
mengeluarkan peraturan dalam bentuk Perda. Tampaknya penerapan Perda Nomor 8
Tahun 2006 tentang Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten
Lumajang menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Relokasi PKL yang
berada di Taman Mini dan area seputar Alun-Alun Lumajang ada unsur politik.
Sementara dari aparat pemerintah beralasan perelokasian ini murni dilakukan
karena keberadaan PKL di seputar jalan Alun-alun Lumajang dianggap tidak sesuai
dengan tata ruang kota dan relokasi tersebut telah sesuai dengan Perda.
Berdasarkan fenomena
tersebut di atas, maka upaya penertiban dan pembinaan PKL di Kabupaten Lumajang
perlu untuk dikaji dan diteliti lebih dalam.
B.
METODE
PENELITIAN
Pendekatan yang dipakai
dalam penelitian ini adalah pendekatan yang bersifat yuridis sosiologis, yang
dikaji berdasarkan sosiologi hukum. Pendekatan ini dipakai karena peneliti bermaksud untuk
memperoleh gambaran yang mendalam tentang upaya penertiban dan pembinaan yang
dilakukan pemerintah di Kabupaten Lumajang, khususnya tentang perelokasian PKL
di area seputar Alun-alun Lumajang dan Taman Mini serta pendapat dari PKL yang
berada di lokasi tersebut.
C.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C.1.
Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dalam UUD 1945
Ketentuan
perlindungan hukum bagi para PKL terdapat pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945
menyebutkan ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak untuk bekerja dalam bidang
apapun selama tidak bertentangan dengan Undang-undang agar dapat mencukupi
kebutuhan hidup bagi keluarganya sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak
dan pantas dalam masyarakat. Apabila kehidupan masyarakatnya telah mencukupi, peme-rintah
tidak akan kesulitan dalam memperbaiki ekonomi negara. Hal tersebut dapat terwujud bila pemerintah mampu mengatasi
masalah pedagang kaki lima dengan bujak dan santun.
Pasal 34 UUD 1945 juga
menyebutkan:
1)
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.
2)
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
3)
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.
4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam Undang-undang.
Mengacu pada Pasal 34
tersebut, khususnya ayat 2 dan 3 sudah seharusnya pemerintah bertanggung jawab
atas warga negara yang berada di bawah garis kemiskinan melalui cara-cara
pemberdayaan terhadap masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat sebagai manusia.
Pemerintah
seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap warganya sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 71 dan 72 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Pada pasal 71 dijelaskan ”Pemerintah wajib dan bertanggung jawaqb
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang
diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum
internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik
Indonesia”. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah kembali disebutkan pada
Pasal 72 bahwa kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam
bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara dan bidang lainnya.
Mengenai
hak-hak yang termasuk kategori hak ekonomi dan sosial mencakup hak-hak: a. hak
untuk bekerja; b. hak untuk mendapatkan upah yang sama; c. hak untuk tidak
dipaksa bekerja; d. hak untuk cuti; e. hak atas makanan; f. hak atas perumahan;
g. hak atas kesehatan; dan h. hak atas pendidikan.[7]
C.2. Perda
No. 8 Tahun 2006 tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di Kabupaten Lumajang.
Perda
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di
Kabupaten Lumajang dikeluarkan sebagai wujud kebijakan pemerintah serta Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lumajang untuk menertibkan para PKL di Kabupaten Lumajang.
Perda tersebut dibentuk atas inisiatif dan prakarsa dari Satuan Polisi Pamong
Praja Kabupaten Lumajang dan tercantum dalam materi pokok mengenai pengaturan penertiban dalam Lembaran Daerah
Seri E No. 8 Tahun 2006 tertanggal 22 Mei 2006.[8]
Salah satu bentuk
pembinaan terhadap para PKL tersebut adalah dengan pendataan oleh instansi
terkait serta pejabat yang ditunjuk, dan pemberian bimbingan serta penyuluhan secara
berkesinambungan kepada para PKL. Namun
dalam faktanya tidak semua PKL merasa
telah mendapat pembinaan dari aparat pemerintah. Bahkan banyak PKL merasa tidak ada pembinaan secara nyata terhadap keberadaannya.
Sementara salah satu upaya penertiban dilakukan Pemerintah Kabupaten Lumajang
dengan perelokasian tempat berjualan para PKL. Perelokasian dalam rangka
penertiban PKL terkesan hanya terfokus pada PKL yang ada di daerah Alun-alun
Lumajang saja. Maka wajar bila sebagian PKL merasa tidak puas dengan isi Perda
serta kebijakan pemerintah tersebut yang dianggap hanya menjalankan hukum
secara setengah-setengah tanpa memandang nilai-nilai keadilan yang seharusnya
ada dalam setiap hukum di Indonesia.
Dalam
Perda Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 3 disebutkan bahwa PKL dilarang:
a.
melakukan kegiatan usahanya di Jalan Alun-alun Lumajang
dan daerah sekitarnya, trotoar, jalur hijau, stren sungai dan atau fasilitas
umum di Kabupaten Lumajang, kecuali kawasan tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Bupati;
b.
melakukan kegiatan usahanya dengan mendirikan tempat usaha yang bersifat semi permanen dan atau
permanen;
c.
melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan kerugian dalam
hal keamanan, ketertiban, kebersihan, kesehatan, kerapian, dan keindahan;
d.
menggunakan lahan yang melebihi ketentuan yang telah
diijinkan oleh Bupati dan/atau wakil pejabat yang ditunjuk;
e.
menelantarkan dan atau membiarkan kosong tanpa kegiatan
secara terus-menerus selama 1 (satu) bulan.
C.3.
Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Lumajang
Kondisi
ekonomi di Kabupaten Lumajang semakin lama semakin tak menentu, membuat
sebagian besar masyarakat Kabupaten
Lumajang harus berusaha lebih keras agar
dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dan juga keluarganya. Di tambah lagi
dengan sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan yang layak, maka tidak
mengherankan bila jumlah pedagang kaki lima di Kabupaten Lumajang semakin hari semakin meningkat.
Hal
tersebut dapat dilihat dari jumlah PKL
di Kabupaten Lumajang menurut data yang
diperoleh dari Asosiasi PKL di Kabupaten Lumajang, pada tahun 2001 jumlah PKL
yang berada di Kabupaten Lumajang sebesar 178 orang, kemudian pada tahun 2002
menjadi 236 orang.[9]
Dari hal tersebut nampak besar sekali jumlah peningkatannya yaitu lebih kurang
27 persen dari yang semula 178 menjadi 236 orang selama satu tahun.
Pada
tahun 2010 jumlah PKL menjadi 450 orang yang telah didata oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lumajang. Jumlah tersebut belum
termasuk para PKL yang berada di trotoar
sepanjang Jalan Raya PB Sudirman Lumajang dan tidak masuk dalam pendataan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Lumajang. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lumajang masih rendah
karena masih banyak penduduk di
Kabupaten Lumajang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar
penduduk yang bekerja sebagai PKL adalah penduduk yang kurang mampu dalam
perekonomian.
Sejak
dikeluarkan Perda No. 8 Tahun 2006 pemerintah Kabupaten Lumajang melarang
PKL dan tidak diijinkan berjualan di Taman Mini dan Alun-alun
Lumajang. Namun PKL tidak
mengu\indahkan larangan tersebut.
Sehingga pemerintah harus berusaha lebih
keras lagi dalam mengadakan penertiban terhadap PKL tersebut. Akhirnya pada
tahun 2009, pemerintah mulai bertindak tegas
terhadap keberadaan PKL di Taman
Mini dan di sekitar Alun-alun Lumajang.
Pemerintah kembali melarang para PKL
yang menempati lokasi tersebut dan berusaha untuk memindahkan PKL ke lokasi
yang lain. Larangan tersebut menimbulkan penolakan dari para pedagang kaki lima
yang tidak ingin pindah dari lokasi Taman Mini dan Alun-alun Lumajang tersebut.
PKL
yang berada di Alun-alun Lumajang dan di taman Mini mulai melakukan perlawanan
dengan unjuk rasa kepada Pemerintah Kabupaten Lumajang sebagai bentuk penolakan
terhadap tindakan Pemerintah Kabupaten Lumajang yang telah melarang PKL untuk
berjualan di lokasi tersebut. PKL menuntut agar
agar disediakan lokasi yang baru bila tidak diijinkan lagi untuk berdagang di Alun-alun Lumajang. PKL
bahkan sempat mengadu kepada DPRD Lumajang untuk memperoleh kepastian tentang keberadaannya. Akhirnya pada tanggal
4 Agustus 2009, DPRD memberikan surat rekomendasi yang ditujukan kepada Bupati
Lumajang selaku pemimpin di Kabupaten Lumajang.
Adapun
ini surat rekomendasi tersebut antara lain agar para PKL tersebut diijinkan berjualan di Alun-alun
Lumajang sebelum mendapat tempat relokasi yang permanen dan representatif.
Apabila pemerintah Kabupaten Lumajang telah siap menyediakan tempat relokasi
yang pemanen dan strategis, maka PKL siap untuk dipindahkan ke tempat relokasi
yang baru. Menanggapi hal tersebut, akhirnya
Pemerintah Lumajang memberikan
kelonggaran . PKL diijinkan untuk
tetapberjualan di Alun-alun dan Taman
Mini namun hanya pada hari tertentu yang
telah ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang, sampai lokasi baru selesai didirikan.Selanjutnya di hari
tertentu PKL tidak diijinkan untuk berjualan di area Alun-alun dan Taman
Mini Lumajang dan dihimbau untuk menempati tempat relokasi sementara yang
berada di halaman sebelah Barat Stadion Semeru Lumajang. Hal tersebut
berdasarkan pada surat Keputusan Bupati
Lumajang Nomor: 188.45/209/427.12/2009 tanggal 14 Agustus 2009. tentang
Relokasi PKL di Kawasan Alun-alun Lumajang ke Relokasi sementara di Halaman
Sebelah Barat Stadion Semeru Lumajang..
Lokasi
baru yang disediakan oleh Pemerintah Lumajang adalah area Artagama Lumajang
yang terletak di sebelah Barat Stadion Semeru. Lokasi tersebut dianggap
strategis oleh pemerintah karena berada di sekitar Stadion yang banyak
dikunjungi masyarakat. Namun PKL tidak setuju untuk direlokasi ke lokasi
tersebut karena menganggap area Artagama
Lumajang tidak strategis serta jauh dari keramaian. Akhirnya terjadi kesepakatan antara Pemerintah
Kabupaten Lumajang dengan PKL bahwa PKL tetap dapat berjualan di Alun-alun
Lumajang pada hari-hari tertentu saja.
Setelah
pendirian lokasi berdagang baru selesai, para PKL mulai dilarang berjualan di
area Alun-alun Lumajang, dan dihimbau
untuk pindah ke lokasi yang telah disediakan. Namun PKL tetap tidak
setuju, hingga Pemerintah Kabupaten Lumajang melalui Satuan Polisi Pamong Praja
mulai melakukan penertiban terhadap PKL
di area Alun-alun Lumajang. PKL kembali
melakukan unjuk rasa. Namun Pemerintah Kabupaten Lumajang tetap tidak mengijinkan PKL untuk berjualan
di Alun-alun Lumajang dan sekitarnya dengan alasan karena lokasi baru yang
dituntut para PKL sudah selesai dan disediakan. Bahkan Pemerintah Kabupaten
Lumajang menutup lokasi Taman Mini agar para PKL tidak berdagang di lokasi
tersebut. Akhirnya sebagian kecil pedagang kaki lima di Alun-alun Lumajang yang awalnya menolak
direlokasikan ke Artagama, mulai setuju untuk menempati lokasi tersebut, namunb
sebagian besar tersebar ke tempat-tempat lain. Ada yang berjualan di
sekitar tempat tinggalnya, ada yang
berkeliling menjajakan daganganya dan sebagian lagi menempati lokasi-lokasi yang strategis yang
lain.
Awalnya
para PKL yang tidak setuju untuk menempati lokasi Area Artagama, mulai
menempati lokasi strategis seperti di
sekitar perempatan dan Jalan Panjautan, namun warga sekitar tidak setuju karena lokasi tersebut merupakan jalan yang ramai
sehingga dengan adanya PKL di wilayah
tersebut, maka pengguna kendaraan
menjadi terganggu. Akhirnya PKL yang menempati
lokasi tersebut pindah ke Area
Perumahan Tukum Indah. Sehingga PKL yang berasal dari Taman Mini dan Alun-alun
Lumajang akhirnya menempati dua lokasi yang berbeda. Sebagian dari PKL pindah
ke Area Artagama dan sebagian lagi menempati Area Perumahan Tukum Indah.
C.3.1.
Keberadaan PKL di Area Artagama Lumajang.
Area
Artagama (Area Wisata Jalan Gajah Mada) Lumajang merupakan salah satu
tempat PKL yang didirikan dan disediakan oleh pemerintah Kabupaten
Lumajang bagi para pedagang kaki lima
yang telah direlokasi dari Alun-alun Lumajang dan Taman Mini (Taman Arya
Wiraraja) Lumajang. Area Artagama terletak
di Jalan Gajah Mada Lumajang yang berada
di daerah sebelah Barat Stadion Semeru Lumajang atau dikenal dengan nama
Area Toga. Di depan Area Artagama tersebut terdapat sebuah ruas jalan yang ramai dilewati oleh para pemakai kendaraan bermotor dan juga para
pejalan kaki.
Area Artagama Lumajang ditempati sekitar 135 PKL yang menempati petak-petak
yang telah disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang. Berdasarkan pada
hasil wawancara dengan Bp. Waluyo dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Lumajang, pada saat awal di data jumlah PKL yang terdaftar adalah sebanyak hampir 150 orang pedagang
yang menempati 4 petak lokasi berdagang yang tersedia, tiap petak diisi
rata-rata 40 orang PKL.
Berdasarkan dari hasil
wawancara dengan para PKL di area Artagama, banyak yang mengaku masih baru
berjualan di lokasi tersebut dan bukan PKL yang berasal dari Alun-alun
Lumajang. Berdasarkan wawancara dengan Bu Neto, salah seorang pedagang makanan
di Artagama yang berasal dari Alun-alun Lumajang, jumlah PKL di Alun-alun Lumajang
berkisar 115 PKL. Setelah dilarang berjualan di Alun-alun Lumajang dan diadakan
relokasi, PKL yang menempati Area Artagama hanya sekitar 15 orang saja
sementara sisanya tersebar ke tempat lain salah satunya Area Perumahan Tukum
Indah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lumajang juga menerangkan
bahwa pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lumajang merasa kesulitan dalam
mendata PKL yang berasal dari Alun-alun Lumajang atau PKL baru yang menempati
lokasi Artagama tersebut.
Adapun gambaran masing-masing
petak dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Klasifikasi
PKL di Area Artagama Berdasarkan Jenis Dagangannya.
NO
|
Jenis Dagangan
|
Jumlah PKL
|
Jumlah
|
|||
Petak A
|
Petak B
|
Petak C
|
Petak D
|
|||
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Pakaian
Aksesories
Sepatu sandal
Makanan
Helm
Alat dapur
Mainan anak
VCD
|
9
1
5
22
1
2
4
-
|
4
7
-
17
-
1
1
1
|
6
16
2
24
-
-
-
2
|
-
-
-
-
-
-
7
-
|
19
24
7
63
1
3
12
3
|
J u m l a h
|
44
|
31
|
50
|
7
|
132
|
Sumber: Disperindag Kab. Lumajang Tahun
2010.
Berdasarkan data tersebut di atas dapat
dilihat bahwa PKL yang paling banyak adalah berjualan makanan yaitu berjumlah
63 pedagang atau sekitar 48 % dari 132 jumlah PKL (seluruh PKL di Artagama.).
Sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah PKL yang berjualan helm yaitu hanya
1 orang atau 0,76%. Para PKL tersebut banyak yang menjual makanan karena
umumnya pengunjung datang untuk sekedar rekreasi sambil menikmati makanan atau
sekedar berbelanja murah karena di
sebelah utaranya ada lokasi tersebut. Sudahterdapat hutan kota yang cukup
rindang yang difungsikan sebagai tempat bermain bagi anak-anak.
Berdasarkan Tabel
tersebut di atas nampak bahwa letak PKL yang menempati lapak-lapak
yang telah disediakan juga tidak merata, karena jumlah PKL yang menempati Petak D hanya sedikit yaitu 7 orang
berarti hanya 5 % sedang yang berada di Petak C paling padat yaitu sebanyak 50
PKL berarti 38 % berada di Petak C. Hal ini menunjukkan bahwa penataan PKL di
Area Artagama masih belum maksimal,
karena lapak-lapak yang tersedia masih
banyak yang belum dimanfaatkan dan dibiarkan dalam keadaan kosong.
Berawal dari jumlah PKL
yang di data oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lumajang yang
berjumlah 150 PKL. Setelah diteliti ternyata berkurang menjadi hanya sekitar
132 PKL dan hanya 15 PKL yang berasal dari Alun-alun Lumajang, sementara
lainnya adalah PKL baru. Hal tersebut dikarenakan sebagian PKL yang berasal dari Taman Mini dan
Alun-alun Lumajang tidak setuju dengan relokasi tersebut dengan alasan tempat
yang kurang strategis dan tidak se ramai di Area seputar Taman Mini dan
Alun-alun Lumajang.
C.3.2.
Keberadaan PKL di Perumahan Tukum Indah
Perumahan Tukum
Indah merupakan lokasi perumahan yang terletak di sebelah Timur Desa Bagusari
dan termasuk dalam wilayah Kecamatan
Tekung. Lokasi PKL tersebut berada tepat di sebelah selatan pojok Jalan Lintas
Timur Lumajang. PKL yang berjualan di Perumahan Tukum Indah Lumajang merupakan
PKL yang berasal dari Alun-alun
Lumajang. Awalnya pemerintah Kabupaten Lumajang bermaksud melakukan relokasi ke
Area Artagama. Namun para PKL tersebut menolak untuk pindah ke lokasi tersebut dengan alasan lokasi baru
yang disediakan oleh Pemerintah
Kabupaten Lumajang dianggap kurang strategis dan tidak seramai di Taman Mini dan Alun-alun Lumajang. Sehingga
PKL yang berasal dari Taman Mini dan
Alun-alun Lumajang lebih memilih untuk mencari lokasi berdagang sendiri yang
dianggap strategis daripada di area Artagama.
Jumlah
PKL yang menempati area Perumahan Tukum Indah sekitar 44 PKL yang menjual
berbagai macam barang dagangan. Mulai dari pedagang pakaian, makanan, hingga
mainan anak-anak. Sebagian PKL yang menempati lokasi Perumahan Tukum Indah
adalah PKL yang berasal dari Taman Mini dan Alun-alun Lumajang. Untuk lebih
jelasnya jumlah PKL di Perumahan Tukum Indah Lumajang dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 2. Klasifikasi PKL di Perumahan
Tukum Indah Berdasarkan Jenis Dagangannya.
NO
|
Jenis Dagangan
|
Jumlah PKL
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Pakaian
Aksesories
Sepatu sandal
Makanan
Alat dapur
Mainan anak
VCD
Ikan hias
|
12
5
2
16
1
5
2
1
|
J u m l a h P K L
|
44
|
Sumber:
Data primer yang diolah
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa PKL
yang paling banyak adalah penjual makanan sebanyak 16 orang berarti 36 % dari
44 orang PKL yang berada di Perumahan Tukum Indah berjualan makanan. Sedangan yang
berjualan alat dapur dan ikan hias masing-masing sama hanya 1 orang, berarti
sekitar 2,3 % saja.
Jumlah tersebut belum
termasuk PKL yang telah menyebar ke lokasi lainnya. Umumnya, para PKL yang
berasal dari Taman Mini dan Alun-alun Lumajang lebih memilih menjajakan barang dagangannya dengan cara berkeliling dari tempat satu ke
tempat lain daripada harus menempati satu lokasi saja. Namun terkadang para PKL
tersebut juga menempati lapak-lapak yang
berada di Area Perumahan Tukum Indah.
Dengan
berbagai alasan PKL untuk menolak direlokasi lebih memilih lokasi Perumahan
Tukum Indah daripada harus menempati
lokasi Artagama yang telah disediakan Pemerintah Kabupaten Lumajang. Namun
keberadaan para PKL di Area Perumahan Tukum Indah juga masih belum ada
kepastian karena lokasi yang digunakan,
awalnya merupakan sub terminal yang sewaktu-waktu akan difungsikan kembali.
C.4. Penerapan Perda Nomor 8 Tahun 2006
Tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di Kabupaten Lumajang
C.4.1. Penerapan Perda Terhadap Masyarakat
Kabupaten Lumajang
Masyarakat
di Kabupaten Lumajang umumnya tidak begitu memahami Perda Nomor 8 Tahun 2006
Tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di Kab. Lumajang tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa narasumber, masyarakat hanya mengetahui bahwa PKL di Taman Mini dan
seputar Alun-alun Lumajang telah pindah lokasi yang baru yaitu Area Artagama
Lumajang. Umumnya masyarakat tidak mengetahui tentang pelaksanaan Perda Nomor 8
Tahun 2006. namun dengan direlokasikannya PKL yang berada di taman Mini dan
sekitar Alun-alun Lumajang mengundang berbagai tanggapan dari masyarakat. Ada yang pro dan ada yang
kontra. Yang tidak setuju bila PKL
dipindah ke Artagama menyatakan alasannya karena Taman Mini dan Alun-alun
Lumajang sering dikunjungi wisatawan
baik dari dalam maupun dari luar kota Lumajang. Karena biasanya sambil
rekreasi warga juga dapat membeli makanan sebagai pelengkap selama ngobrol atau
ketika sedang berekreasi bersama
putra-putrinya maupun keluarganya. Ibu Ratna memberikan saran agar PKL tidak direlokasi tapi cukup ditata
dan dirapikan saja seperti yang terjadi di daerah lain. Sebaliknya menurut Sdr.
Sarwo menyatakan bahwa PKL memang seharusnya dipindahkan agar Taman Mini dan
Alun-alun Lumajang menjadi bersih dan
indah serta tampak hijau dan rindang.
Beberapa
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menaungi keberadaan para PKL di Taman Mini dan Alun-alun
Lumajang. Salah satunya adalah LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI)
yang dengan gigih berusaha
mempertahankan agar para PKL yang berada di Taman Mini dan sekitar
Alun-alun Lumajang tetap berdagang di
lokasi tersebut, karena mereka beranggapan bahwa warga punya hak untuk berusaha
mempertahankan hidup dan kehidupannya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun tak
terkecuali pemerintah. Bahkan para PKL menganggap bahwa LSM tersebut lebih
memahami masyarakat kecil daripada pemerintah sendiri.
Hal
tersebut sebagaimana yang ada dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia pada Pasal 38 angka 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara, sesuai
dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
Demikian juga pada angka 32 disebutkan
bahwa setiap orang berhak bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan
berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
C.4.2.
Peranan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai Pelaksana Perda
Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Lumajang bertugas menertibkan para PKL yang berada du Kabupaten Lumajang.
Sebagai salah satu upaya relokasi terhadap PKL yang berada di wilayah Taman
Mini dan seputar Alun-alun Lumajang, Satpol PP memegang peranan untuk
menertibkan PKL yang berada di lokasi
tersebut. Walaupun cara yang dipakai dalam penertiban tersebut identik dengan
kekerasan, Satpol PP Lumajang beralasan bahwa mereka hanya melakukan Perda yang
ada.
Menurut
salah satu staf di Kantor Satpol PP Lumajang: tidak seharusnya PKL menyalahkan
Satpol PP jika sampai muncul kekerasan dalam upaya penertiban yang dilakukan di
Taman Mini dan sekitar Alun-alun Lumajang. Karena satpol PP hanya berusaha
menegakkan Perda yang telah dibentuk oleh DPRD beserta Pemerintah Kab.
Lumajang. Karena Satpol PP sebagai pelaksana, bukan pembuat atau pembentuk
Perda tersebut. Jika PKL tidak puas dengan isi perda tersebut, maka PKL harus
berdialog dengan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lumajang selaku pembuat Perda
tersebut.
Berdasarkan
sumber data yang diperoleh dari salah satu LSM yang menaungi PKL, Satpol PP
Kab. Lumajang menjelaskan dan mengklarifikasi mengenai beberapa tindakan yang
berkaitan dengan relokasi antara lain :
1.
Satpol PP melaksanakan tugas untuk mengendalikan para
PKL agar tidak berjualan di sembarang
tempat yang dapat mengganggu bahkan
merampas hak masyarakat lain. Oleh karena itu, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004
jo PP 32 Tahun 2004 Satpol PP diberi kewenangan oleh Pemerintah cq Kab.
Lumajang guna memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
2.
Tugas Satpol PP memelihara dan menyelenggarakan
ketentraman dan ketertiban umum, serta menegakkan Perda dan Peraturan
Bupati. Oleh karena Satpol PP sebagai
unsur pelaksana teknis daerah, maka bertanggung jawab kepada Bupati melalui
sekretaris daerah. Berdasarkan hasil audiensi dengan korlap PKL di seputar
Alun-alun tgl. 8 Juni 2009 di ruang Mahameru,, disepakati bahwa Satpol PP untuk
segera merelokasi lokasi usaha para PKL dari Taman Mini dan sekitar Alun-alun
Lumajang ke halaman Stadion Semeru sebelah Barat dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
a)
Mewujudkan tata ruang yang harmonis;
b)
Tersedianya fasilitas umum dan sosial;
c)
Memberikan kepastian usaha bagi PKL;
d)
Meningkatkan ekonomi masyarakat.
3.
Salah satu tugas Satpol PP adalah menegakkan Perda, salah
satunya adalah Perda No. 8 Tahun 2006 Tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di
Kab. Lumajang, khususnya pasal 3 (1) huruf a disebutkan bahwa PKL dilarang
melakukan kegiatan usahanya di Alun-alun
Lumajang dan sekitarnya, trotoar, jalur hijau, stren sungai, dan atau fasilitas
umum, kecuali di kawasan tertentu yang ditetapkan dengan peraturan Bupati
Lumajang.
4.
Dasar tindakan instansi Satpol PP terkait pemasangan
pengumuman (plak pengumuman) di depan Taman Mini adalah wujud atau visualisasi
kepada PKL dalam bentuk sosialisasi sebagaimana
diamanatkan delam Perda No. 26
Tahun 2007 Tentang Sistem Operasional dan Tata Kerja Satpol PP.
5.
Terkait upaya relokasi PKL di Taman Mini adalah
berdasarkan Perda No. 8 tahun 2006 Tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di Kab.
Lumajang, dan Perda No. 26 Tahun 2007 Tentang Sistem Operasional dan tata Kerja
Satpol PP dikuatkan dengan surat Gubernur
111.1/983/303/2008 tanggal 31 Des Tahun 2008 Tentang Pembinaan PKL. Juga
hasil rapat bersama di Kantor Bappekab untuk merelokasi PKL di Taman Mini dan
seputar Alun-alun Lumajang.
6.
Terkait Relokasi PKL di Taman Mini adalah berdasarkan
Perda No. 8 Tahun 2006 Pasal 3 (1)
karena Taman Mini diperuntukkan sebagai fasilitas umum, rekreasi anak-anak.
7.
Dasar pemasangan papan pengumuman dan upaya relokasi PKL
di Taman Mini merupakan visualisasi Satpol PP sebagaimana tertuang dalam Perda
No. 8 Tahun 2006 untuk melakukan pembinaan dan di dalamnya ada unsur
sosialisasi.
8.
Terkait relokasi
PKL yang berada di Dalam Taman Mini
berdasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1 sebagaimana sesuai
dengan tahapan yang dilalui pada awal tanggal 8 Juli 2009 melaksanakan audiensi
dan hasilnya ditindak lanjuti pada hari Kamis tgl. 11 Juni 2009 dengan
sosialisasi bersama seluruh PKL yang ada di taman Mini dan seputar Alun-alun
lumajang, Jalan Abu Bakar, Jalan Cokro Sudjono dan Jalan Imam Sujai.
9.
Satpol PP telah melakukan sosialisasi sebanyak 2 kali
dengan dihadiri seluruh PKL, sedangkan terkait dengan permodalan sudah
diusulkan kepada Bupati melalui Surat Satpol PP pada tgl. 11 Juni 2009.
Klarifikasi tersebut
terdapat dalam berita acara LSM GMBI Distrik Lumajang No. 51
A.KLA/PK5/GMBI/DPD-LMJG/VI/2009 perihal klarifikasi dan tindakan. Demikian
hasil klarifikasi dan tanggapan dari Satpol PP tgl. 15 Juli 2009 di Kantor
Satpol PP kab. Lumajang terkait dengan surat yang berasal dari LSM GMBI yang
mempertanyakan dasar tindakan Satpol PP terhadap Penertiban serta upaya
relokasi PKL.
D.2.3. Pembinaan Terhadap PKL oleh
Pemerintah
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Bpk. Waluyo dari dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten lumajang, terdapat tim pembina dan penertiban PKL di Kab. Lumajang.
Tim tersebut terdiri dari 13 unsur instansi yaitu:
1)
Unsur Bappeda sebagai perencana dalam pendirian tempat dan lokasi yang akan dipergunakan di
Area Artagama Lumajang;
2)
Unsur Satpol PP sebagai tim yang bertugas melakukan
penertiban terhadap PKL yang menempati lokasi tertentu yang dilarang oleh
pemerintah;
3)
Unsur Badan Kesbangpol untuk mengetahui pengaruh sosial
yang timbul di masyarakat akibat dari relokasi tersebut;
4)
Unsur Dinas Perhubungan sebagai pengelola retribusi
parkir dan jalan;
5)
Unsur Dinas Pekerjaan Umum;
6)
Unsur Dinas Lingkungan Hidup sebagaui unsur penataan
lingkungan;
7)
Unsur Dinas Pasar
sebagai Pengelola retribusi terhadap PKL;
8)
Unsur Bagian umum Setda;
9)
Unsur Bagian Hukum Setda;
10)
Unsur Kantor Pelayanan terpadu untuk masalah perijinan
lokasi PKL;
11)
Unsur Kodim Lumajang sebagai pengamanan;
12)
Unsur Polres Lumajang sebagai pengamanan;
13)
Unsur Kecamatan.
Berdasarkan hasil
wawancara dengan sekretaris di Dinas
Pasar Kab. Lumajang, saat ini
pengelolaan retribusi dari PKL di
area Artagama Lumajang telah ditangani oleh pengelolapasar Sukodono, karena
pengelolaannya masih menjadi satu dengan Lesehan Stadion Semeru (LSS), nantinya
pengelola Pasar Sukodono yang akan bekerjasama dengan Dinas Pasar Kab.
Lumajang. Namun, untuk PKL yang berada di Perumahan Tukum Indah belum dipungut
retribusi, karena masih melihat perkembangan
mengenai kawasan tersebut. Hal tersebut berdasarkan pada Keputusan Bupati No. 26
Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1999
Tentang Retribusi Pasar.[10] Dalam peraturan tersebut
disebutkan mengenai fasilitas, jenis retribusi dan ketentuan besarnya tarif.
Dengan demikian
pemerintah Kab. Lumajang hanya menertibkan PKL sebatas di Area Taman Mini dan
seputar Alun-alun Lumajang dan belum sepenuhnya mencakup seluruh PKL yang ada di wilayah Kab. Lumajang. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah Kab. Lumajang tidak konsisten dalam penegakan
Perda No. 8 Tahun 2006 tentang Penertiban dan Pembinaan PKL di Kab. Lumajang.
D.
PENUTUP
Upaya pemerintah dalam
penertiban dan pembinaan PKL di Kabupaten Lumajang masih belum sepenuhnya. Hal
ini terlihat dari banyaknya PKL yang masih berjualan di atas trotoar, emperan
toko Jalan Raya PB Sudirman, Lumajang dan tempat umum yang lainnya. Penertiban
yang dilakukan pemerintah ada yang pro dan ada yang kontra, penolakan relokasi
PKL di Taman Mini dan seputar Alun-alun Lumajang, ke area Artagama, menimbulkan
ketidakpuasan para PKL hingga melakukan demo sebagai wujud penolakan
tindakan pemerintah Kab. Lumajang. Namun pemerintah tetap melakukan
perelokasian tersebut. Dan pembinaan permodalan baru sebatas usulan kepada
Bupati melalui surat Satpol PP Kabupaten Lumajang.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Asshidiqie, Jimly (2010) Konstitusi
Ekonomi, Kompas, Jakarta
Manan, Abdul (2005) Aspek-aspek Pengubah
Hukum. Kencana Prenada Media, Jakarta
Nitisusastro, Mulyadi (2009) Kewirausahaan & Manajemen Usaha Kecil,
Alfa Beta, Bandung
Rasjidi, Lili and Wyasa Putra (2003) Hukum Sebagai Suatu sistem. Mandar
Maju, Bandung
Rahardjo, Satjipto (1996) Ilmu Hukum. Citra Aditya Bhakti, Bandung
Rahardjo, Satjipto (2006) Membedah hukum progresif. Kompas, Jakarta
Soekanto, Soerdjono (1983) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta
Soekanto, Soerjono (1997) Pokok-pokok
Sosiologi Hukum. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Samsi, Nur (2202) Analisis Pemahaman Pedagang Kaki Lima (PK-5) Terhadap
Ketertiban Umum di Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang. Skripsi, STIH Jend. Sudirman, Lumajang
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang
Kaki Lima
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pembinaan dan Penertiban
Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Lumajang
[1] PKL diartikan sebagai ”orang yang hidup
yang bermata pencaharian sebagai pedagang yang dilakukan secara berpindah-pindah
atau tidak menetap di suatu tempat”. Lihat Nur Samsi (2002) Analisis Pemahaman
Pedagang Kaki Lima (PK-5) Terhadap Ketertiban Umum di Kecamatan Lumajang
Kabupaten Lumajang. Skripsi. Sekolah
Tinggi Ilmu Hukum Jenderal Sudirman, Lumajang, hal. 8.
[2]
http://74.125.153.132/search?q=cache:p8m0zblkKJ8J:images.somarno.multipley.com.
[4] Ibid
[5]
Satjipto Rahardjo (1996) Ilmu Hukum. Citra Aditya Bhakti, Bandung , hal. 91.
[6] Soerjono Soekamto (1983) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 5.
[7]
Jimly Asshidiqie (2010) Konstitusi
Ekonomi. Kompas, Jakarta ,
hal. 264.
[8]
http://www.Lumajang.go.id/perda.htm
[9] Sumber Data: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Lumajang Tahun 2007.
[10] http://www.lumajang.go.id/din-pasar.php