Rabu, 03 Agustus 2011

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI SEBAGAI WUJUD KESETARAAN GENDER


ARGUMENTUM, VOL. 10 No. 2, Juni 2011

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI SEBAGAI WUJUD KESETARAAN GENDER

Henny Purwanti
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang -

ABSTRAK
Peningkatan partisipasi pria dalam keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini  termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapatkan informasi dan akses terhadap pelayanan keluarga berencana yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihannya. Serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial. Oleh karena itu, pemerintah juga membantu masyarakat dalam upaya peningkatan partisipasi pria melalui pengelola dan pelaksana program di lapangan, sebagai langkah-langkah operasional yang harus dilakukan, sehingga dapat diharapkan akses informasi bagi pria/suami dalam ber KB, dengan harapan setiap keluarga dapat menuju Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera, serta mewujudkan kesetaraan gender.
Kata Kunci: Partisipasi Pria, KB dan Kesehatan Reproduksi,
  Kesetaraan Gender.

A. PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai berkaitan dengan perubahan paradigma yang disepakati dalam konferensi Kependudukan (ICPD) di Kairo tahun 1994, program KB berubah dari pendekatan populasi dan penurunan fertilitas, menjadi ke arah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 menunjukkan bahwa pemakaian alat kontrasepsi pria masih rendah dibanding pemakaian kontrasepsi perempuan. Prevalensi pemakaian kontrasepsi perempuan sebesar 55,5 %, sedangkan pria hanya 1,3 %. Ini sangatlah berpengaruh terhadap penyelenggaraan penggarapan  Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi yang berkesetaraan dan berkeadilan gender di Indonesia. Hal ini terkait dengan kesepakatan  konferensi Internasional  tentang kependudukan dan pembangunan  (ICPD), yaitu adanya kesepakatan pendekatan program dari pendekatan kuantitatif demografis menjadi pendekatan reproduksi, dengan memperhatikan  hak-hak reproduksi  dan kesetaraan gender. Kesetaraan pria dalam ber KB baru mencapai 4,4 % yang meliputi : kondom 0,9 %, vasektomi 0,4 %, senggama terputus 1,5 % dan pantang berkala  1,6 % (SDKI 2002-2003). Kemudian Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Propernas juga  mengamanatkan pencapaian kesertaan KB Pria pada Tahun 2009 sebesar 4,5 % yang merupakan tugas dan tanggung jawab bersama (Tjahyadi T., 2006: 1)
Untuk mencapai kondisi yang diharapkan seperti tersebut di atas tidaklah mudah, perlu waktu. Meningkatkan kesertaan KB Pria berarti merubah pengetahuan sikap dan perilaku  dari yang sebelumnya tidak  atau belum mendukung KB Pria menjadi  mendukung dan mempraktekkannya sebagai peserta. Mereka  yang tadinya menganggap bahwa KB adalah urusan perempuan harus bergeser ke arah anggapan  bahwa KB adalah urusan serta tanggung jawab suami dan isteri.
Peningkatan partisipasi pria dalam ber KB  dan Kesehatan Reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini  termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapatkan informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihannya. Serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial.
Dalam rangka menghapus diskriminasi gender dan memberdayakan perempuan akan memiliki pengaruh positif bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan anak. Demikian dikatakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono 24 Januari 2007 (Nur Hadi Wiyono berjudul Isu-isu Terkini Kependudukan: Januari-Februari 2007 dalam Warta Demografi Tahun Ke 37, No.1, 2007: 5).
  Program KB menjadi gerakan KB Nasional yang dinamis untuk mendukung pembangunan Keluarga Kecil yang sejahtera menuju Kemandirian juga dilandasi oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Ini berarti bahwa perubahan yang akan dilaksanakan merupakan tahapan pembinaan yang makin teknis dalam membangun Keluarga Sejahtera, yang ditandai dengan komitmen pendekatan mutu dan lebih dipusatkan kepada pendekatan keluarga, baik dari sudut pelayanan yang bermutu maupun kepuasan peserta.
Sejak tahun 1974 pelayanan Tubektomi bagi wanita dan Vasektomi bagi pria telah diperkenalkan di Indonesia melalui PKMI (Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia). Metoda kontrasepsi yang berkisar permanen ini di DKI tahun 1991 menunjukkan bahwa Tubektomi mencapai 2,7 % sedangkan Vasektomi 0,6 %. Pada SF DKI 1994 gambaran pencapaian kontrasepsi mantap menjadi 3,1 % untuk Tubektomi dan 0,7 % untuk Vasektomi (Ngaliun S., 1995: 6).
 Berkaitan dengan isu HIV/AIDS. Aktivis dan orang dengan HIV/AIDS  (ODHA) Debi Revona menilai  pemerintah belum maksimal  dalam menangani masalah  HIV/AIDS. Menurut Debi  hingga saat ini  pemerintah khususnya rumah sakit, belum seluruhnya bisa menerima  dan menyalurkan obat antiretroviral (SRV) bagi ODHA. Untuk mengatasi meningkatnya  kasus HIV/AIDS , KPA Nasional meluncurkan Strategi Penanggulangan  HIV/AIDS Nasional tahun 2007-2010, menggantikan  strategi nasional 2003-2007.
Dengan demikian partisipasi pria dalam ber KB dan kesehatan reproduksi pada akhirnya diharapkan dapat memungkinkan untuk setiap keluarga  menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Dengan peningkatan partisipasi pria diharapkan akan mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi, peningkatan kesetaraan dan keadilan gender, peningkatan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan berpengaruh positif dalam mempercepat penurunan angka kelahiran total (TFR), penurunan angka  kematian ibu (AKI/MMR) dan penurunan angka kematian bayi (AKB/IMR)
Hal tersebut sejalan dengan Gerakan Membangun Masyarakat Sehat (Gerbangmas) di Kabupaten Lumajang, maka program KB perlu digalakkan kembali untuk memberi semangat baru, perkembangan informasi alat kontrasepsi baru sampai kegiatan keluarga sejahtera juga perlu ditingkatkan. Sehingga dengan adanya program tersebut diperlukan kerjasama antar pasangan suami  isteri agar program dapat tercapai secara optimal.

B. PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian ini  perlu diidentifikasikan beberapa permasalahan antara lain:
  1. Bagaimana partisipasi dan Tanggung jawab Pria/Suami  dalam ber KB di Kabupaten Lumajang?
  2. Bagaimana upaya-upaya pemerintah daerah di Kabupaten Lumajang dalam peningkatan partisipasi Pria/Suami dalam KB dan Kesehatan Reproduksi?
  3. Apakah  kesetaraan gender sudah terwujud melalui peran serta pria dalam ber KB dan kesehatan reproduksi?



C. LANDASAN TEORI
C.1. Pengertian Keluarga Berencana
            Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan  dan perorangan dalam mencapai tujuan  reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan; meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, informasi, edukasi, konseling dan pelayanan; meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB (BKKBN Popensi Jawa Timur, 2008: 5)
C. 2. Peran serta Pria dalam Program KB
Keikutsertaan  dalam program keluarga berencana merupakan tanggung jawab bersama pasangan suami-isteri, dan bukannya hanya beban dari si isteri saja. Peran serta kaum pria dalam mesukseskan program nasional keluarga berencana tidak boleh berhenti hanya  sampai tahap memberikan ijin kepada isterinya, dan mengantar isterinya pada waktu pelayanan KB saja. Kaum pria harus juga secara aktif memanfaatkan pelayanan kontrasepsi khusus bagi pria.
Ketersediaan sarana pelayanan kontrasepsi  kaum pria  sangat terbatas bila dibandingkan dengan jenis-jenis kontrasepsi bagi perempuan. Kontrasepsi kondom yang sudah tersedia  sejak jaman dahulu kala masih  banyak dipengaruhi oleh  stigma di kalangan masyarakat  yang dikaitkan dengan hubungan  seksual di luar pernikahan. Sedangkan kontrasepsi  mantap bagi pria  sering disalah artikan  dengan pengertian  pengebirian, sehingga kurang diminati oleh kaum pria maupun pasangannya..
Secara umum, kaum pria di Indonesia masih sangat rendah partisipasinya dalam pemakaian kontrasepsi dibanding negara lainnya. Seperti antara lain: Korea 27 %, Sri Lanka 26 %, Filiphina 24 % , China 11 %, Thailand 9 %, Bangladesh 5 % dan di Indonesia  hanya 4 %. Agar upaya pengembangan kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dapat  berjalan baik, kaum pria juga dibutuhkan untuk  mengakses informasi dan pelayanan termasuk KB, PMS dan HIV/AIDS (Islami M. N. dan Purwanti H.,  2009: 30)
Partisipasi pria dalam program KB dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria secara langsung  dalam program KB adalah menggunakan  salah satu cara atau  metode pencegahan kehamilan seperti:
* Vasektomi (MOP/Kontap Pria)
* Kondom
* Sanggama terputus
* Pantang berkala
* Kontrasepsi lainnya yang sedang dikembangkan.
Sedangkan partisipasi pria secara tidak langsung dalam program  KB yaitu menganjurkan, mendukung atau memberikan kebebasan kepada pasangannya (isteri) untuk menggunakan kontrasepsi.
C. 3. Peran serta Pria terhadap Kesehatan Reproduksi
            Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Tepatnya dalam Pasal 1 (1) yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dan dalam ayat (2) yang dimaksud dengan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara  dan meningkatkan kesehatan  yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat
             Rendahnya pengetahuan suami terhadap Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, utamanya Kesehatan ibu pada masa sebelum kehamilan, pada saat hamil, bersalin dan pada saat nifas, akan berakibat rendahnya kesehatan reproduksi ibu. Rendahnya kesehatan ibu dapat berakibat meningkatnya angka kematian ibu bersalin, ibu nifas, kematian bayi, sehingga terkesan adanya diskriminasi gender pada pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
             Oleh karena itu dalam rangka mengantisipasi perkembangan tersebut perlu upaya meningkatkan  partisipasi aktif para suami dengan pendekatan peningkatan pengetahuan dan peran suami dalam ber KB dan kesehatan reproduksi keluarga, yang berorientasi kepada keadilan dan kesetaraan gender.
            Ada beberapa peran pria/suami  terhadap kesehatan reproduksi isteri antara lain:
a.       Peran suami pada masa sebelum isteri hamil antara lain :
·         Merencanakan kelahiran anak berikutnya demi menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa ibu dan anak.
·         Menentukan dan memilih alat kontrasepsi untuk pengaturan kelahiran bersama suami dan isteri konsultasi dengan para ahli medis. Untuk pria, pilihan alat kontrasepsinya terutama untuk fase mencegah dan fase menjarangkan kehamilan adalah kondom. Dalam ber KB, suami dan isteri mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan setara.
·         Suami isteri memahami akibat sampingan dari metode kontrasepsi yang digunakan serta mengetahui tempat-tempat rujukannya.
·         Suami mempersiapkan biaya 
·         Suami merencanakan penolong persalinan dan tempat persalinan 
b.       Peran suami pada masa ibu hamil antara lain:
·   Memberikan perhatian, perlindungan dan kasih sayang isteri yang hamil
·   Menjaga kehamilan isteri agar sehat dengan cara menganjurkan agar isteri tidak melakukan pekerjaan berat, istirahat cukup, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan. Suami harus memiliki pengetahuan praktis tentang masalah kesehatan reproduksi.
·   Menciptakan suasana yang menyenangkan bagi isteri.
·   Mendorong isteri untuk mengkonsumsi tablet besi, makan bergizi, dan mendapatkan immunisasi TT (tetanus toksin) sebanyak 2 kali selama kehamilan agar terhindar dari penyakit (tetanus) selama hamil.
·   Mengambil alih tugas rumah tangga dari isteri
·   Memberikan perhatian tentang kesehatan isteri, mengajak memeriksakan secara teratur, dan menentukan tempat pelayanan persalinan yang aman.
·   Memberikan perlindungan terhadap isteri dari masalah aborsi, karena “kehamilan yang tidak diinginkan/dikehendaki” dengan mengajak isterinya dengan KB (mengikuti program KB).
·   Memberikan perhatian tentang kesehatan isteri yang beresiko tinggi untuk memeriksakannya ke dokter atau bidan dan memilihkan  tempat pelayanan persalinan yang aman. Kemudian merencanakan kehamilan berikutnya dengan cara ber KB, tidak memaksakan untuk mempunyai anak banyak.
·   Memahami bagaimana kerja sistem rujukan,  serta menyadari bahwa kematian dalam persalinan dapat dicegah dan suami berperan untuk mencegah kematian.
·   Memberikan perhatian kepada isteri tentang perawatan kehamilan (perawatan kehamilan, cara merawat diri selama  hamil, memakan makanan yang baik bagi ibu hamil, dan sebagainya).
·   Memberikan perhatian kepada isteri dengan mengenali tanda-tanda akan melahirkan, mempersiapkan diri menghadapi persalinan, tempat persalinan, langkah-langkah jika menghadapi kelainan waktu persalinan.
c.       Peran suami kepada ibu pada masa persalinan antara lain:
·   Mendampingi isteri saat melahirkan  .
·   Memberikan dukungan moril 
d.       Peran suami pada ibu masa nifas antara lain:
·   Membantu kebutuhan isteri merawat diri dan balita (menyediakan air hangat, membantu membersihkan ruangan dan kamar tidur, menyiapkan, pakaian isteri dan balitanya).
·   Memenuhi kebutuhan makanan sehat dan bergizi bagi balita dan isteri.
·   Selalu menjaga agar isteri dan balitanya hidup bersih.
·   Menganjurkan  agar anak balitanya diberi ASI selama 2 tahun.
·   Selalu memperhatikan isteri di masa nifas (hal-hal yang diperhatikan di masa nifas, perawatan tali pusat bayi, dst) (BKKBN, 2008: 37)
            Dengan demikian partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi dapat membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu hamil, merencanakan persalinan yang aman oleh tenaga medis, menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, membantu perawatan ibu dan bayi setelah melahirkan, menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab, menghindari dan mengakhiri kekerasan terhadap wanita,  mencegah penularan HIV/AIDS, menjadi calon pasangan yang bertanggung jawab, memahami dan memberi ketenangan kepada isteri yang menopause, memahami dan mencari jalan keluar kepada keluarga infertil dan memahami serta memberi perhatian kepada keluarga lansia.
 Dengan meningkatkan kepedulian para suami terhadap KB dan kesehatan reproduksi akan meningkatkan pula kesejahteraan keluarga dalam bentuk keluarga kecil yang berkualitas.

C. 4. Landasan Yuridis Kesadaran Gender
1.  Landasan Tindakan Jenewa, Beijing, Indonesia.
            Para perempuan yang memiliki perhatian terhadap persoalan bangsa, sejak awal aktif terlibat pada pembentukan PBB, mempunyai tujuan untuk  mencegah terjadinya perang serta memperjuangkan  adanya perdamaian dan keamanan. Selain itu mereka juga sangat berkepentingan untuk memejukan  ekonomi, melindungi HAM dari individu, dan tidak membedakan ras, jenis kelamin, kebangsaan dan agama (Ani Soetjipto dalam Dharma S (Editor), 2006: 26)          
2. Konperensi Internasional tentang Perempuan : dari Mexico City sampai Beijing.
Konperensi Internasional kedua diselenggarakan di Kopenhagen  tahun 1980. dengan tema konperensi membahas tentang ”pekerjaan, kesehatan dan pendidikan”. Hingga diadopsi dalam ”Konvensi Perempuan” sebagai dokumen internasional terpenting  yang dapat diratifikasi  oleh negara anggota PBB untuk menciptakan  kesetaraan perempuan.Konvensi  ini  memuat kesamaan hukum bagi pewrempuan sebagai warga negara dan diakuinya hak-hak  perempuan dalam lingkup domestik dan dalam lingkungan keluarga. Konvensi ini juga menghasilkan Copenhagen Programme for Action yang difokuskan  untuk mendukung peran  perempuan dalam proses pembangunan melalui  peningkatan pendidikan, pelayanan kesehatan, akses pada pasar  tenaga kerja dan mendukung peran perempuan  di bidang pertanian.
Konperensi ketiga di Nairobi tahun 1985 dengan tema ”Equality, Defelopment and Peace”. Hasilnya  adalah Nairobi Forward Looking Strategies for the year 2000. dalam dokumen tersebut masih menyoroti fakta bahwa  masih terdapat ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan terutama di negara berkembang dan kemiskinan massal (poverty mass) dan keterbelakangan  yang dihadapi sebagian besar perempuan di dunia. Diidentifikasi bahwa  “gender differences” merupakan faktor yang menyebabkan  terjadinya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan (Ani Soetjipto dalam Poerwandari (Peny.), 2000: 68)
Konperensi Internasional keempat tentang perempuan di Beijing tahun 1995. Hasil  konperensi internasional keempat di Beijing adalah penegasan secara global mengenai peran sentral dari HAM untuk perjuangan  ke arah persamaan/kesetaraan gender. Platfform for Action dan 12 Areas of concer yang menjadi  kesepakatan  adalah:
1)       Perempuan dan kemiskinan
2)       Perempuan dan pendidikan serta pelatihan
3)       Perempuan dan kesehatan
4)       Kekerasan terhadap perempuan
5)       Perempuan dalam konflik bersenjata
6)       Ketimpangan ekonomi
7)       Perempuan dan Politik dan Pengambilan Keputusan
8)       HAM perempuan
9)       Mekanisme institusional
10)   Perempuan dalam Media
11)   Perempuan dan lingkungan hidup
12)   Hak anak perempuan (Surya Dharma, 2006: 29)
Semua hasil kesepakatan tersebut mencerminkan penguatan kembali prinsip yang telah tercantum dalam konvensi perempuan dan berbagai perjanjian yang ada tentang hak asasi manusia.
3. Penerapan  Konperensi di Indonesia.
            Sampai saat ini  masih sedikit sekali aturan  atau kebijakan yang dikeluarkan  untuk melaksanakan konvensi perempuan itu atau pun merevisi UU dan peraturan yang bertentangan dengan  prinsip yang terkandung di dalam  konvensi. Misalnya : UU Perkawinan       No.1/1974, ketentuan laki-laki sebagai kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.  KUHPerdata  Pasal 106 yang menentukan bahwa istri harus tunduk patuh pada suami. Kamudian ditentukan kembali dalam SE Mennaker No. 7/1990 tentang upah di mana buruh perempuan ditentukan berstatus lajang sungguhpun kenyataannya sudah berkeluarga. Ketentuan-ketentuan tersebut telah menyebabkan perempuan tersubordinasi terhadap laki-laki (Agnes Widanti, 2005: 169)
4.       Cedaw: Konvensi Terhadap Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Pada intinya hasil konferensi  tersebut memperjuangkan  hak-hak asasi perempuan  dalam keberadaannya sebagai warga bangsa untuk memperoleh kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang pembangunan. Telah diakui bersama bahwa  kedudukan perempuan  pada dasawarsa terakhir  ini telah mengalami  kemajuan pada beberapa  segi kehidupan , namun kemajuan tersebut masih belum merata, pembedaan antara laki-laki dan perempuan masih  tetap bertahan; dan kendala utama tetap ada, yang berdampak membahayakan kesejahteraan bangsa-bangsa di dunia.
Untuk mewujudkan keinginan persamaan  hak dan martabat manusia yang menjadi  sifat laki-laki dan perempuan serta tujuan dan prinsip-prinsip lainnya yang dimuat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa salah satunya adalah Konvensi tentang Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Diskrimination Against Women/CEDAW)
Diskriminasi perempuan didefinisikan setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh  atau tujuan  untuk mengurangi atau menghapuskan  pengakuan, penikmatan atau penggunaan  hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar  persamaan laki-laki dan perempuan.
5. Hak-hak Reproduksi
            Hak reproduksi secara umum  adalah hak yang dimiliki oleh individu baik pria maupun wanita yang berkaitan dengan keadaan reproduksinya. Hak reproduksi  terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat pada manusia  sejak lahir. Ini memberi makna bahwa pelanggaran terhadap  hak reproduksi berarti  pelanggaran terhadap HAM.
            Berdasarkan hasil konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD)  di Kairo tahun 1994 ada 12 macam hak reproduksi bagi pria maupun wanita, antara lain:
1)       Hak mendapatkan informasi  dan pendidikan kesehatan reproduksi
2)       Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
3)       Hak untuk kebebasan berfikir tentang kesehatan reproduksi
4)       Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran
5)       Hak untuk hidup (Hak dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan)
6)        Hak atas kebebasan  dan keamanan berkaitan dengan  kehidupan reproduksi
7)       Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyuksaan dan pelecehan seksual
8)       Hak mendapatkan manfaat  dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait  dengan kesehatan reproduksi
9)       Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya
10)   Hak membangun dan merencanakan keluarga
11)   Hak kebebasan  berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
12)   Hak untuk bebas dari  segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi (BKKBN, 2008: 17-21)
Dengan meningkatnya partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan reproduksi, maka diharapkan   terjadi keseimbangan antara pria dan wanita, yang merupakan salah satu kontribusi nyata dalam upaya menciptakan kesetaraan dan keadilan gender.

D. Metode Penelitian
            Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh bukti empiris, menjelaskan, dan mendiskripsikan upaya-upaya pemerintah Kabupaten Lumajang dalam meningkatkan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi dalam rangka mencapai kesetaraan gender. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah memakai pendekatan yuridis sosiologis (sociolegal research). Pendekatan ini dilakukan karena  penelitian ini tidak semata-mata mengkaji aturan tentang kesamaan hak-hak pria dan wanita, tetapi ingin melihat secara langsung bagaimana kehidupan masyarakat yang sebenarnya.
            Sedangkan analisis data dilakukan secara  kuantitatif dan kualitatif, yaitu untuk menjelaskan secara  panjang lebar atau dekriptif serta dianalisis secara proporsional dari variabel yang diteliti sehingga memperoleh gambaran secara jelas dari data yang diperoleh. Kerangka analisis data dalam penelitian ini menggunakan kerangka analisis gender model Harvard-1 atau HAF (Dharma, 2006: 113-124) Model HAF ini akan dipakai untuk menganalisis peranan perempuan dan laki-laki  dalam aktivitasnya sebagai mitra dalam keikutsertaannya sebagai akseptor KB. Adapun lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Lumajang.

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan
E. 1.  Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
            Kabupaten Lumajang berdasarkan  data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang ada 21 Kecamatan, 205 Desa/Kelurahan, 1718 RW dan 6868 RT.  Menurut hasil survey berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2008  jumlah penduduk  1.024.849 jiwa. Adapun tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Lumajang mencapai 572 jiwa. Dari 21 Kecamatan di peroleh hasil pencapaian peserta KB aktif  di masing-masing Kecamatan se Kabupaten Lumajang tahun 2009 dan 2010  (Tabel 1):       
Tabel 1.
HASIL PENCAPAIAN PESERTA KB AKTIF PRIA KEADAAN BULAN JUNI 2009 DAN BULAN JUNI 2010 DI KABUPATEN LUMAJANG

NO

KECAMATAN
Pencapaian PA MKEJ KP
Pencapaian PA NON MKEJ KDM

JML PUS
2009
2010
2009
2010
2009
2010
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Tempursari
Pronojiwo
Candipuro
Pasirian
Tempeh
Lumajang
Sumbersuko
Tekung
Kunir
Yosowilangun
Rowokangkung
Jatiroto
Randuagung
Sukodono
Padang
Pasrujambe
Senduro
Gucialit
Kedungjajang
Klakah
Ranuyoso
2
11
8
68
63
24
18
13
27
29
80
175
37
27
8
23
44
4
24
8
1
2
9
8
59
68
31
18
12
29
29
83
190
37
29
9
22
45
4
28
8
1
8
1
6
30
124
285
27
21
46
21
36
92
35
45
23
145
76
28
58
62
25
24
9
32
45
33
438
48
121
45
67
48
58
32
124
166
147
72
133
82
156
56
6.465
7.618
14.544
18.179
16.400
15.145
7.105
5.881
12.694
12.802
7.344
9.272
13.085
10.514
8.233
9.578
13.475
5.829
10.285
10.760
10.030
6.734
7.913
14.672
18.462
16.935
14.038
7.533
7.163
12.608
13.153
7.823
9.305
14.080
10.652
8.619
9.460
13.989
6.030
10.021
11.234
10.350

J U M L A H
694
721
1.194
1.936
225.238
230.774
Sumber data: BKKBN Kabupaten Lumajang 2010
Keterangan:
PA MKEJ         =  Peserta Aktif Metode Kontrasepsi Efektif Jangka Panjang
PA NON MKEJ = Peserta Aktif Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
KP                    =  Kontrasepsi Pria
KDM                 =  Kondom
JML. PUS         =  Jumlah Pasangan Usia Subur
            Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa kenaikan jumlah peserta aktif KB Pria se Kabupaten Lumajang sebesar 694 di 2009 menjadi 721 PA KP tahun 2010, maka kenaikkan kontrasepsi pria 27 peserta (3,9 %), dan pemakai kondom ada peningkatan dari 1194 menjadi 1.936 peserta, berarti ada kenaikan 742 (62 %). Apabila dilihat dari total jumlah peserta aktif KB pria 1.888 tahun 2009 menjadi 2.657 peserta tahun 2010, maka jumlah kenaikan PA KP dan KDM  sebanyak  769 peserta (40,7 %) sedangkan Jumlah peningkatan PUS  225.238 PUS tahun 2009 menjadi 230.774 PUS  pada tahun 2010, berarti mengalami kenaikan sebanyak 5.536 PUS + (2,5 %).
 Berdasarkan data yang telah diperoleh tersebut di atas dapat dibandingkan antara jumlah peserta KP dan KDM dengan JML PUS yaitu di tahun 2009: sebanyak  694 peserta KP (0,3 %) dan 1.194 peserta KDM (0,5 %), berarti sejumlah 0,8 % peserta KB Pria selebihnya adalah para wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dan sebagian tidak memakai alat kontrasepsi. Dan di tahun 2010 sebanyak 721 PA KP (0,3 %), serta 1.936 PA KDM (0,8 %), berarti sejumlah 1,1 % peserta KB Pria pada tahun 2010 sedang selebihnya para wanita yang memakai alat kontrasepsi dan sebagian juga tidak memakai alat kontrasepsi sama sekali.. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan jumlah peserta aktif KB Pria di Kabupaten Lumajang selama tahun 2009-2010 sebanyak 0,3 % (dari 0,8 % menjadi 1.1 %). Walaupun ada kenaikkan tapi yang mengalami banyak kenaikan adalah para pemakai KDM bukan KP.  Berarti masih belum menunjukkan keberanian untuk memprogram metode kontrasepsi efektif  jangka panjang. Sehingga pemerintah perlu untuk berusaha agar kenaikan peserta KB Pria dapat terwujud secara lebih mantap. Untuk membandingkan dengan peserta KB yang lain maka dapat di lihat dalam tabel 2 berikut:







Tabel 2
 PESERTA KB AKTIF PRIA DIBANDINGKAN DENGAN  SEMUA METODE TAHUN 2009-2010 DI KABUPATEN LUMAJANG

NO

KECAMATAN
TOTAL PA  KP & KDM
 TOTAL SEMUA METODE

JML PUS
2009
2010
2009
2010
2009
2010
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Tempursari
Pronojiwo
Candipuro
Pasirian
Tempeh
Lumajang
Sumbersuko
Tekung
Kunir
Yosowilangun
Rowokangkung
Jatiroto
Randuagung
Sukodono
Padang
Pasrujambe
Senduro
Gucialit
Kedungjajang
Klakah
Ranuyoso
10
12
14
98
187
309
45
34
73
50
116
267
72
72
31
168
120
32
82
70
26
26
18
40
104
101
469
66
133
74
96
131
248
69
153
175
169
117
137
110
164
57
 5.358
5.648
10.805
14.437
12.397
11.991
5.585
5.241
9.397
9.429
5.566
7.650
10.636
8.538
6.034
7.651
10.716
4.245
8.060
8.165
7.574
 5.362
6.101
11.140
14.768
14.082
11.205
5.864
5.501
9.389
9.959
6.146
7.318
10.280
8.795
6.372
7.556
11.387
5.067
7.709
8.392
8.218
6.465
7.618
14.544
18.179
16.400
15.145
7.105
5.881
12.694
12.802
7.344
9.272
13.085
10.514
8.233
9.578
13.475
5.829
10.285
10.760
10.030
6.734
7.913
14.672
18.462
16.935
14.038
7.533
7.163
12.608
13.153
7.823
9.305
14.080
10.652
8.619
9.460
13.989
6.030
10.021
11.234
10.350

J U M L A H
1.888
2.657
175.123
180.611
225.238
230.774
Sumber data: BKKBN Kabupaten Lumajang 2010
Keterangan:      
PA KP  =   Peserta Aktif Kontrasepsi Pria
KDM     =  Kondom
Total semua metode = Peserta  (IUD, KP,KW,IMPL,SUNTIK,PILKDM)
JML. PUS =  Jumlah Pasangan Usia Subur
            Ditinjau dari tabel tersebut di atas, selisih jumlah peserta KP dengan total semua metode nampak bahwa mayoritas para wanita yang berperan aktif bersedia menjadi peserta KB, adapun para pria mayoritas melakukan partisipasi secara tidak langsung, artinya hanya memberikan ijin dan menyarankan kepada para isteri/pasangannya sebagai peserta program KB. buktinya dari 175.123 peserta KB, hanya 1.888 Pria (1,1 %) di tahun 2009 dan dari 180.611 peserta KB, hanya 2.657 Pria (1,5 %) yang berpartisipasi di tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pria secara langsung hanya naik sebesar 0,4 %.
            Adapun jumlah PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi adalah sebesar (225.238 -  175.123)  = 50.115 (22 %) di tahun 2009 serta sebesar (230.774 – 180.611) = 50.163 (21,7 %) di tahun 2010, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak PUS yang perlu dimotivasi agar bersedia untuk ikut serta membangun bangsa melalui program KB.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa jumlah peserta KB Pria di Kab. Lumajang di tahun 2009 hanya 1,1 %, sedang jumlah PUS yang belum menjadi peserta KB sebanyak 22 % jadi jumlah peserta KB wanita sebanyak 76,9 %. Sedangkan di tahun 2010 jumlah peserta KB Pria 1,5 %, dan jumlah PUS yang belum  menjadi peserta KB sebanyak  21,7 %, berarti peserta KB wanita sebanyak 76,8 %.

E. 2. Partisipasi Pria dalam Kesehatan Reproduksi
            Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi menurut perkembangan keluarga antara lain:
a. Peran suami dalam keluarga baru nikah
·         mendapat informasi  tentang hak-hak reproduksi
·         merencanakan  kapan punya anak, berapa jumlah, dan berapa jarak antar anak
·         harus membantu isteri mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang baik
·         memiliki hak dan peluang yang sama untuk menjadi pengguna  kontrasepsi
·         menghindarkan diri dari infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
b. Peranserta suami/pria dalam Pola Asuh
·         mengetahui tumbuh kembang Balita, Anak, dan Remaja.
·         mengetahui kapan masa akil baliq anak
·         harus dapat menjelaskan tentang resiko kehamilan remaja
·         harus dapat sebagai sumber informasi tentang pencegahan kehamilan dan metodenya serta kapan dan oleh siapa dapat digunakan.
·         harus dapat sebagai sumber informasi tentang  infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS bagi anak remajanya.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat dijelaskan bahwa mayoritas para pria/suami jarang sekali memperhatikan  tentang keluarga hamil, tanda-tanda kehamilan dengan segala  resiko, serta  pasca melahirkan. Sehingga pria selalu merasa siap ikut sebagai peserta KB apabila isteri beresiko atau pernah mengalami berbagai macam kegagalan dari pemakaian alat kontrasepsi serta isteri memiliki penyakit tertentu.

E. 3. Upaya-upaya Pemerintah untuk meningkatkan Partisipasi Pria dalam  KB dan Kesehatan Reproduksi
Ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah terhadap peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi yaitu:
a. melalui peningkatan pelayanan KB yang bermutu
b. meningkatkan kemampuan dan keterampilan  para pengelola
c. memberikan informasi yang jelas, benar  dan akurat tentang kontrasepsi
d. menyiapkan tenaga medis, para medis dan lembaga pendidikan kedokteran yang profesional.
Upaya peningkatan partisipasi pria/suami dalam ber KB dan kesehatan reproduksi banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan letak geografis, serta kesiapan fasilitas pelayanan. Adapun peningkatan pengetahuan pria/suami dalam ber KB dan kesehatan reproduksi dilakukan agar dapat merubah sikap dan perilaku yang ditampilkan secara lebih mandiri. Dengan harapan kerjasama yang baik antara suami dan isteri dalam rumah tangga dapat terwujud, hingga tercapainya kesetaraan gender.

F. Simpulan dan Saran
Simpulan
            Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan disimpulkan bahwa:
  1. Partisipasi pria dalam KB ada 2 yaitu partisipasi secara langsung di Kabupaten Lumajang mengalami peningkatan yang sangat minim, yaitu hanya 0,4 % saja dalam satu tahun, dan  partisipasi pria dalam KB masih banyak (tidak langsung) yang hanya menyerahkan dan mengijinkan serta menganjurkan kepada para pasangannya untuk mengikuti program KB
  2. Upaya pemerintah Kabupaten Lumajang dalam rangka meningkatkan partisipasi pria, salah satunya dengan menginformasikan kepada masyarakat melalui petugas BKKBN, Sub-PPKBD, bersama dengan berbagai lembaga yang bergerak  dalam KB dan kesehatan serta instansi terkait lainnya untuk memberikan gambaran tentang berbagai macam akibat kematian ibu bersalin, ibu nifas, kematian bayi dan  kemungkinan akibat samping penggunaan berbagai alat kontrasepsi serta  tanggung jawab bersama kedua pasangan, sesuai dengan tingkat perkembangan keluarga (keluarga baru nikah, hamil, melahirkan, serta pola asuh).
  3. Sampai saat  ini kesetaraan gender dalam hal keikutsertaan KB dan Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Lumajang belum terwujud. Karena untuk merubah pengetahuan, sikap, dan perilaku pria dari yang sebelumnya  tidak atau belum mendukung KB menjadi peserta ternyata tidak mudah, apalagi mayoritas masih beranggapan bahwa KB itu urusan wanita.
Saran.
  1. Agar upaya pemerintah dalam mewujudkan keberhasilan gerakan  KB tercapai, maka perlu tindakan yang terus-menerus sesuai perkembangan teknologi dan SDM terkait dengan pelayanan dan pengelolaan KB serta kesehatan reproduksi.
  2. Kepedulian para pria/suami dalam KB dan kesehatan reproduksi secara mandiri perlu ditingkatkan, agar pembangunan SDM yang berkualitas dapat terbentuk melalui keluarga kecil, sehat dan sejahtera.
  3. Mari kita wujudkan keadilan dan kesetaraan gender melalui kesamaan hak reproduksi pria dan wanita dengan berbagai kebersamaan, kekompakan termasuk dalam kehidupan keluarga.
-----

DAFTAR PUSTAKA
..........(2007) Buku Informasi Kontrasepsi dan Kesehatan Reproduksi. Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana dan Cacatan Sipil, Lumajang,
..........(2008) Panduan Pelayanan Vasektomi Tanpa Pisau, BKKBN Propinsi Jawa Timur, Surabaya
..........(2008) Partisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi, BKKBN Propinsi Jawa Timur, Surabaya
Dharma S. (ed) (2006) Konsep dan Teknik Penelitian Gender. UMM Press, Malang
Djannah, F. (ect) (2003) Kekerasan Terhadap Isteri, Lkis, Yogyakarta
Fakih M. (1999) Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Noor FM (1983) Menuju Keluarga Sejahtera dan Bahagia. PT. Al Ma’arif, Bandung
…….”Pedoman Kebijakan Tehnis Upaya Promosi dan Pemenuhan Hak-hak Reproduksi” http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelo-laceria/pkkebijakanteknisprogremhr.html
Purwanti, H. (2001) “Bias Gender dalam Hukum Perkawinan”, Jurnal Hukum Argumentum No. 1/Juli-Desember 2001. STIH Jenderal Sudirman, Lumajang
Purwanti, H. (2009) “Pengendalian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Berencana” (Studi di Kab. Lumajang), Jurnal Hukum Argumentum No. 2/Juni 2009. STIH Jenderal Sudirman, Lumajang
Sumiarni, E. Dan Tangkilisan, HNS (ed) (2004), Jender dan Feminisme, Yogyakarta, Wonderful Publishing Company
Tim Gerbangmas Kabupaten Lumajang, (2006) Pendidikan dan Pelatihan “Gerbangmas” (Gerakan Membangun Masyarakat Sehat), Pemkab, Lumajang
Umar, N. (2003)  Kesetaraan Partisipasi Pria dan Wanita Bagi Kesehatan Reproduksi dalam Islam, http://hqwebb01.bkkbn.go.id/hqweb/pria/-artikel03-21.html
Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Fokus Media, Bandung
Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Arloka, Surabaya
Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Fikus Media, Bandung
Kompas, Sabtu, 4 Juli 2009:39. Hak Reproduksi. Bukan saatnya Memaksa, Pambudi NM